Vol.1 Ch.3 Pelindung Desa Klan Iblis Merah

img_0129

BAGIAN PERTAMA

“Pagi, Megumin. Kamu sudah sarapan belum?”

“Pagi. Belakangan ini, adikku menerima pemberian makanan dari banyak orang. Sisanya sudah cukup untuk mengganjal perutku.”

“A-Apa kamu tidak punya harga diri!?”

Hari ini adalah hari libur Klan Iblis Merah, sehingga sekolah pun diliburkan.

Cuacanya mendung.

Untuk membantu Bukkololy dengan masalahnya, Yunyun dan aku bertemu pagi ini.

“Fufu, Megumin, lihat ini!”

Yunyun mengeluarkan sesuatu dengan penuh semangat.

Dia mengeluarkan semacam permainan catur.

Sepertinya permainan ini cukup populer di ibu kota kerajaan.

“Kenapa kamu punya permainan ini?”

“Ini hadiah dari pamanku yang pergi liburan ke ibu kota kerajaan. Dia juga berkata ‘permainan ini tidak bisa dimainkan sendirian, jadi dengan permainan ini kamu pasti bisa…’ atau semacamnya, tapi aku tidak terlalu mengerti apa yang dia maksud…”

…Sepertinya pamannya juga mengkhawatirkan Yunyun.

“Awalnya aku mau membawa permainan ini ke sekolah. Berhubung Kak Bukkololy belum datang, bagaimana kalau kita bermain dulu?”

“……Tentu, tidak masalah. Aku tidak akan kalah dalam permainan yang mengandalkan kepintaran.”

Kami memainkan permainan catur itu di atas tanah berumput.

“Kalau begitu, aku mulai duluan yah…!”

—30 menit kemudian.

“Ugh! N-nih! ‘Sword Master’ aku majukan ke kotak ini!”

‘Arch Wizard’ teleport ke kotak ini.”

“Megumin, menggunakan teleport itu terlalu curang! …Uhh, bisa tidak kita melarang penggunaan ‘Arch Wizard’?”

“Tidak boleh. Lihat, sementara kamu mengeluh soal ini-itu, aku sudah melakukan Riichi.”

“Ah, tunggu, tunggu!”

—Satu jam kemudian.

“Ba-bagus. Kalau terus begini, aku pasti bisa menang…! Megumin, aku akan mengakhiri semua ini! ‘Crusader’ berpindah ke kotak ini…”

EXPLOSION!”

“AHH! Megumin, itu tidak adil. Membanting papan caturnya itu curang!”

“Tapi, dalam peraturannya juga ada kok. Nih, ‘saat Arch Wizard berada di markas sendiri…'”

—2 jam kemudian.

“Lagi! Megumin, ayo kita bermain sekali lagi!”

“Aku akan menang mau berapa kalipun kita bermain. Menyerah saja… Ngomong-ngomong, permainan ini menarik sekali. Karena aku yang menang, pinjamkan padaku permainan ini selama beberapa hari.”

“Ahh! Tu-tunggu! …Selain itu, aturan permainannya itu terlalu aneh! Apa maksudnya Explosion dan Teleport!? Orang bodoh macam apa yang membuat peraturan seperti ini!?”

Yunyun yang terlihat sudah hampir menangis menyentil bidak caturnya.

“Selain itu, Bukkololy lama sekali. Dia lagi ngapain sih?”

“……Mau menemuinya?”

Atas saran Yunyun, kami pun pergi ke rumah Bukkololy yang jaraknya dekat.

Rumahnya Bukkololy juga merupakan toko sepatu terbaik di desa ini.

Soalnya cuma ada satu toko sepatu di desa ini, jadi wajar kalau ini adalah toko sepatu terbaik di sini.

Saat kami masuk ke dalam toko, kami melihat ayah Bukkololy yang merupakan pemilik toko.

“Permisi, apa Bukkololy ada di rumah?”

“Oh, rupanya Megumin. Selamat datang! Anakku masih tidur.”

……Woi.

“Maaf, apa Paman bisa membangunkannya? Dia berkata pada kami, ‘ada sesuatu yang ingin aku bicarakan dengan gadis kecil yang naif dan imut seperti kalian… muehehehe…'”

“Anak goblog!”

Ayah Bukkololy langsung berlari ke lantai atas.

“Tu-tunggu dulu! Meski apa yang barusan kamu katakan itu mirip dengan apa yang dia katakan, ada perbedaan yang aneh tahu!”

“Si NEET itu mau bertemu dengan kita tapi justru masih tidur, dia harus dihukum.”

Kami mendengar teriakan dan jeritan dari lantai atas. Tidak lama kemudian, Bukkololy berlari ke lantai bawah.

“Ugh! Megumin, kau itu benar-benar kelewatan! Ayahku tiba-tiba saja berteriak ‘lolicon brengsek!’ dan langsung membangunkanku dengan bogem mentahnya!”

“Kamu sendiri yang ingin membicarakan sesuatu dengan kami, tapi kamu malah masih tidur. Cepat, kita pergi.”

“Ah, tunggu dulu! Aku mau ganti baju dulu!”

—Bukkololy kemudian mengganti pakaiannya, kami pun pergi ke satu-satunya kafe yang ada di desa yang memiliki menu unik.

“Yunyun, pesan apa saja yang kamu mau. Bukkololy yang traktir, tidak perlu malu. Aku mau Sundae dengan banyak kalori.”

“Apa itu artinya aku harus mentraktir kalian? Lagipula, aku tidak punya banyak uang…”

“Emm, aku masih kenyang sih, jadi aku pesan minuman saja… Megumin, bukannya kamu bilang kalau pagi ini kamu sudah makan banyak?”

Setelah kami selesai memesan, kami duduk dan mulai mendengarkan masalah yang ingin Bukkololy bicarakan.

“Maaf kalau aku memakan waktu luang kalian hari ini. Yang ingin aku bicarakan itu … sebenarnya, aku… ada orang yang aku suka.”

“EEHH!?”

“Kamu itu NEET ‘kan!?”

“NEET atau bukan itu enggak ada hubungannya, ‘kan!? NEET juga butuh tidur dan makan, jadi tentunya aku berhak jatuh cinta!”

Bukkololy langsung mengeluh, tapi kami mengabaikan ucapannya.

“O-obrolan soal cinta! Megumin, ini obrolan soal cinta!”

“Aku tidak percaya ada orang yang mau membicarakan tentang kisah cinta yang pahit-manis denganku… Jadi, siapa orangnya? Apa dia orang yang kita kenal? Tunggu dulu… jangan-jangan salah satu di antara kami berdua…”

“Hei, jangan seenaknya bicara. Ingat umur kalian. Aku ini bukan lolicon… Hentikan, hei hentikan, kalian berdua! Aku memang salah sudah berkata seperti itu, jadi berhenti menambahkan saus cabai pada kopiku!”

Bukkololy langsung meminta maaf. Ekspresinya tiba-tiba saja berubah menjadi serius.

“…..Sebenarnya, orang yang aku suka itu…”

———————————————

BAGIAN KEDUA

—Karena memiliki jumlah mana yang besar, anggota Klan Iblis Merah biasanya bekerja di bidang yang masih berhubungan dengan sihir.

Misalnya, pengrajin item sihir, pembuat ramuan dan lain-lain.

Nampaknya, orang yang disukai Bukkololy itu membuka sebuah toko ramalan. Dia suka berlatih di gunung untuk mempraktikkan jurus pamungkasnya di waktu luangnya. Dia anggota Klan Iblis Merah biasa.

Kami pergi dari kafe lalu menuju ke tokonya…

“Rupanya Soketto. Kamu itu cuma NEET tahu. Apa kamu gak ngerasa kalau dia itu beda level sama kamu?”

“Maksudnya apa kalau aku ini cuma NEET? Memangnya NEET tidak boleh punya angan-angan setinggi langit? Dengar yah, Megumin, manusia itu harus punya impian yang tinggi. Sama seperti pekerjaan, aku tidak mau menjadi pengrajin sepatu. Aku mau punya pekerjaan yang lebih bagus…!”

“Tapi kalau kamu mau berkencan dengan seseorang, lebih baik cari pekerjaan dulu…”

Kami mengikuti Bukkololy sembari dia menerangkan sudut pandangnya yang aneh dan membicarakan hal-hal mengenai Soketto.

“Yang kita hadapi adalah Soketto, kembang desa Klan Iblis Merah. Dan di pihak kita adalah seorang NEET yang tidak memiliki sisi positif sama sekali dan terlalu malas untuk meneruskan bisnis keluarganya. Dia tidak punya masa depan… Bukkololy, kami akan bermain denganmu hari ini, jadi bagaimana kalau kamu menyerah saja?”

“Jangan menganalisa situasinya seperti itu! Mungkin saja dia itu cewek aneh yang suka cowok tidak berguna! Pertama-pertama, aku harus mencari tahu cowok seperti apa yang dia suka.”

“Sepertinya kamu sendiri sadar kalau kamu itu tidak berguna. Aku jadi punya kesan yang lebih baik tentangmu. Yah, kami sendiri tidak ada kerjaan sih, jadi mari kita coba lakukan hal ini sebaik mungkin.”

“Emm, kalau kamu tahu kamu itu tidak berguna, kenapa tidak berusaha menjadi orang yang bertanggung jawab dulu? Meski bukan masalah bagi kami kalau harus menanyakan cowok seperti apa yang dia suka…”

Bukkololy berjalan ke depan tanpa melirik ke belakang sekalipun.

Sepertinya dia ingin kami mencari tahu apakah Soketto sudah punya pacar dan seperti apa cowok yang dia suka.

Inilah hal yang ingin Bukkololy bicarakan dengan kami.

“Aku rasa akan lebih baik kalau kamu sendiri yang menanyakan tipe cowok yang dia suka. Jadinya kamu akan lebih mudah mencari bahan obrolan dengannya.”

“Kalau aku punya keberanian dan kemampuan untuk bersosialisasi, aku tidak akan menjadi NEET… Oh, itu dia!”

Bukkololy mengatakan hal yang menyedihkan itu dengan percaya diri, dia sedang memperhatikan Soketto dari balik pohon.

Soketto, kembang desa Klan Iblis merah, sedang menyapu lantai depan toko ramalannya.

Bagi gadis cantik seperti Soketto, pemandangan saat dia sedang melakukan hal kecil seperti ini pun nampak bisa menjdi lukisan yang indah.

“Soketto tetap cantik seperti biasanya… Kuharap aku bisa menjadi sampah yang ada di dekat kakinya, lalu membiarkannya menyapuku…”

“Bukannya NEET itu tidak jauh berbeda dengan sampah?”

“Me-Megumin!”

Kami mengobrol sambil memperhatikannya dari jauh. Soketto lalu meregangkan punggungnya dan masuk ke dalam tokonya.

Saat itu, sebuah ide langsung menyambar otakku.

Ide yang bagus.

“Bukkololy! Ini dia!”

“Ma-maksudnya!? Berubah menjadi sampah di dekat kakinya? Mau bagaimanapun juga, sebaiknya kami melakukan ‘permainan’ seperti itu setelah kami resmi jadian…”

“Hal bodoh apa yang kamu bicarakan! Bukan soal itu! Aku punya ide bagus. Pekerjaan Soketto ‘kan meramal. Ramalannya sangat akurat, jadi biarkan saja dia meramalmu! Kita minta dia untuk meramal calon kekasihmu!”

“Ah! Kedengarannya bagus juga! Akan bagus sekali kalau dia sendiri muncul dalam ramalannya itu, sehingga kak Bukkololy tidak perlu menyatakan perasaannya. Kalau berhasil, rencana ini akan sukses besar! Tapi, kalau yang muncul justru gadis lain, semua ini tidak akan ada gunanya mau seberapa keras pun kita berusaha…”

Daripada nembak dan langsung ditolak, cara ini jauh lebih baik.

Setelah Bukkololy mendengarkan saranku…

“Jangan remehkan seorang NEET. Kalau aku punya uang, aku pasti selalu mengunjungi tokonya setiap hari.”

“Sepertinya kita sudah bisa pergi.”

Bukkololy langsung menundukan kepalanya dan meminta maaf saat kami sudah mau pergi.

Sayangnya, ada satu masalah lain.

“Ngomong-ngomong, kak Soketto baru saja masuk ke dalam tokonya… Hei, kalau kita masuk lalu menanyakan tipe cowok yang dia suka, bukannya kesannya tidak sopan yah…?”

Kami tidak lebih dari orang asing bagi Soketto. Kami tidak bisa menanyakan hal seperti itu saat kami baru saja bertemu.

Bukkololy hanya bisa menyilangkan tangan dengan wajah penuh keputusasaan.

“Tidak ada pilihan lain. Kita harus mencari uang supaya bisa meminta diramal olehnya…!”

————————————–

BAGIAN KETIGA

Ada banyak sekali monster di sekitar desa Klan Iblis Merah.

Bagi petualang biasa, monster-monster itu mustahil bisa mereka kalahkan. Bahkan akan sulit untuk melarikan diri dari monster-monster itu. Monster-monster itu memiliki bulu dan organ tubuh yang bisa dijual dengan harga yang tinggi.

Kami masuk ke dalam hutan di dekat desa, berburu monster-monster tersebut.

“Megumin… apa benar tidak apa-apa…? Meski kita ditemani kak Bukkololy, kalau ada sekawanan monster yang menyerang kita…”

“Tidak masalah. Si NEET ini biasanya nganggur, jadi biasanya dia datang ke hutan ini untuk mendapatkan uang jajan dan experience point.”

“Berhenti ngomong NEET ini NEET itu, bikin kesal tahu. NEET juga punya hak asasi manusia… Tapi, kita masih belum melihat satu ekor monster pun. Mungkin karena orang-orang yang punya waktu luang di desa sudah menyingkirkan monster-monster kuat, supaya Megumin dan yang lain bisa melakukan latihan lapangan… Oh, ketemu satu!”

Bukkololy, yang berjalan di depan kami mengecilkan suaranya.

Mengikuti arah matanya, kami melihat sebuah makhluk berwarna hitam sedang menggali akar tanaman.

Beruang Sekali Hantam ini memiliki kaki depan yang bisa memenggal kepala seseorang dengan sekali serang.

“Beruang Sekali Hantam. Harga hatinya kalau dijual lumayan besar… Bagus.”

Bukkololy mulai mengucapkan mantra, kemudian…

Light of Refraction.”

Dia mengaktifkan sihir setelah selesai mengucapkan mantranya.

Di saat yang sama, Bukkololy yang berada di depan kami langsung menghilang.

Dia kemungkinan menggunakan sihir invisibilitas yang menggunakan pembiasan cahaya.

Dari jejak rumput yang terlihat, sepertinya dia mencoba mendekati beruang itu dengan membuat tubuhnya tidak terlihat.

Pada saat itu, tiba-tiba saja Beruang Sekali Hantam berdiri lalu menggunakan hidungnya, mengendus di daerah sekitarya.

Kemudian…

Dia melihat ke arah kami.

“EHH!?” x2

Dari tempat kami bersembunyi, mata kami langsung bertatapan dengan Beruang Sekali Hantam itu. Dia langsung meraung keras karena melihat mangsanya dan berlari menerjang kami.

“Yunyun, kamu punya belati ‘kan? Cepat keluarkan! Yunyun, rivalku yang keren, bertarunglah demi melindungiku!”

“Biasanya kamu selalu meledekku. Jangan menunggu situasi seperti ini untuk memperlakukanku sebagai rivalmu, ok? Lagipula, belati seperti ini tidak akan mempan melawan monster itu!”

Meski kami ingin lari, kami tidak bisa melakukannya karena Beruang Sekali Hantam ini bergerak dengan sangat cepat!

Selain itu, Bukkololy!

Di mana Bukkololy?

“Kemana si NEET itu pergi? Cepat kalahkan monster ini!”

“AAAAAAAAHHHHH!! Ja-ja-ja-jangan mendekaaaaaaatttt!!”

Di saat Beruang Sekali Hantam itu berada di dekat kami

Light of Saber!”

Bukkololy tiba-tiba saja muncul dan menebas beruang itu dengan tangannya sambil berteriak.

Sebuah cahaya keluar dari tangannya.

Cahaya itu menusuk Beruang Sekali Hantam itu dari punggungnya.

Cahaya itu menebas tubuh beruang itu dari pundak hingga perutnya. Beruang Sekali Hantam itu berjalan beberapa langkah ke arah kami, lalu tumbang menjadi dua bagian karena dibelah oleh cahaya tadi.

“Fuuh… Biasanya, meski beruang ini mencium keberadaanku, dia hanya akan memperhatikan sekelilingnya lalu kembali tenang… Apa kalian berdua baik-baik saja? Waktu kemunculanku sempurna ‘kan? Kalau Soketto dalam bahaya dan aku muncul di saat seperti ini… Aww! Hei, tunggu! Maaf, hei, menunggu saat yang sempurna untuk muncul seharusnya hal paling dasar yang harus dilakukan seorang Klan Iblis Merah!”

Yunyun dan aku terus memukuli pundaknya Bukkololy tanpa berkata apapun.

“—Dasar, jangan bermain-main di tempat berbahaya seperti tadi. Kalau aku tidak langsung membersihkan mayatnya, monster lain akan mencium bau darah dan datang mendekat.”

Setelah terjatuh, Bukkololy akhirnya bangkit lalu mengebas-ngebaskan debu yang ada di pakaiaannya.

“Setelah membuat kami marah, kamu masih berani mengatakan hal itu? Cepat, ambil hati beruangnya lalu kita pergi dari tempat ini.”

Saat Klan Iblis Merah pergi berburu berkelompok, mereka akan dengan sengaja meninggalkan mayat monster yang dikalahkan untuk memancing monster lain.

Tapi, kami hanya memiliki si NEET ini sebagai orang yang bisa bertarung.

“……Hei.”

Yunyun menarik bajuku.

Aku melirik ke arahnya. Wajah Yunyun menjadi pucat dan dia melihat ke arah belakang kami.

Itu artinya…

“Di-di sana…”

Sambil gemetar dia menunjuk ke suatu arah.

Firasatku tidak enak. Aku pun melirik ke arah yang ditunjuk Yunyun…!

“LARI! Bukkololy, lupakan hati beruang itu! Perburuan ini sudah usai!

“UWOOOOOHH!! Tu-tunggu akuuuuuuuu!”

“GWWAAAAAAAAAAAAARRR!!” x4

Ada sekawanan Beruang Sekali Hantam yang terpicu amarah karena melihat kawannya mati.

—————————————-

BAGIAN KEEMPAT

“—Yunyun, sekarang sudah hampir siang. Kita sebaiknya pulang.”

“Iya, kalau begitu sampai jumpa besok di sekolah yah.”

“Tunggu! Kalian berdua, jangan tinggalkan aku! Aku mohon…!”

Setelah kami berhasil melarikan diri ke desa, kami sudah berniat untuk pulang, tapi Bukkololy tanpa kenal malu terus memaksa kami.

Karena dia menjadi umpan untuk menyingkirkan kawanan Beruang Sekali Hantam itu, saat ini dia diselimuti oleh lumpur.

Penampilannya yang seperti ini membuatnya nampak kotor, dia bahkan menangis di depan kami. Melihat seorang NEET yang lebih tua dari kami bersikap seperti ini, aku hanya bisa merasa kasihan padanya…

“……Haahh, aku mengerti. Sebagai orang dewasa, tolong jangan berlutut di depan anak yang masih murid sekolah. Kami akan menemanimu beberapa lama lagi… Tapi, apa yang harus kita lakukan? Rencana untuk memintanya meramal calon kekasih Bukkololy sudah…”

“Selain itu, kenapa Beruang Sekali Hantam berkumpul dalam satu kawanan? Beruang Sekali Hantam itu bukan monster yang suka berkelompok…”

Bukkololy mengeluh dalam keputusasaannya.

“Ayah juga bilang kalau situasi di hutan belakangan ini sedang aneh. Mungkin ini ada hubungannya dengan kemunculan monster-monster aneh itu?”

Yunyun mengangkat pertanyaan itu sambil berpikir keras. Tapi, mustahil bagi kami untuk mengetahui jawabannya.

“Bagaimanapun juga, tidak ada gunanya kalau kita terus berdiam diri di sini. Ayo kita kembali ke tokonya Soketto.”

—Kami berjalan ke tokonya seperti yang disarankan…

“……Ada papan yang menandakan kalau tokonya tutup. Apa kaka Soketto sedang pergi?”

Ucap Yunyun.

Bukkololy menepuk bahunya dengan keras…

img_0144

Dengan mata yang berbinar, Bukkololy memberitahu kami informasi yang begitu mendetail.

“……Sepertinya kamu selalu memperhatikan dia. Nyeremin… Kenapa kamu bisa tahu sebanyak itu?”

“Intinya, setiap kali aku punya waktu luang, aku akan datang ke sini untuk menyelidiki tentang dia. Dan aku bukannya mau menyombongkan diri kalau aku bilang aku ini orang yang punya waktu luang paling banyak di desa.”

Apanya yang disombongkan.

Yang lebih penting lagi…

“I-ini pasti yang namanya penguntit.”

“Hei, Yunyun, kalau kau mengatakan hal itu lagi, aku tidak akan memaafkanmu meski kau itu putri kepala klan.”

Nih cowok… Mungkin kami akan memberikan kontribusi pada masyarakat kalau kami menghajarnya lalu menguburnya hidup-hidup.

“Bagaimanapun juga, tidak ada yang bisa kita lakukan kalau Soketto tidak ada di sini. Jadi untuk hari ini, sebaiknya kita pulang…”

Yunyun pun mengangguk, mengiyakan ajakanku.

“Tenang saja. Aku tahu ke mana dia pergi.”

Ucap Bukkololy dengan penuh percaya diri.

“Dia benar-benar ada di sini.”

“Iya…”

Aku tidak tahu apa kami harus merasa senang bisa menemukannya, atau jika kami harus menyerahkan Bukkololy kepada kepolisian karena dia tahu terlalu banyak tentangnya.

Sambil dituntun oleh Bukkololy, perasaan kami bercampur aduk saat kami memperhatikan Soketto dari kejauhan. Dia sedang memilih-milih barang di sebuah toko.

“Bagaimana? Aku ini orang yang bisa melakukan sesuatu kalau serius. Investigasi seperti ini masalah kecil buatku.”

Aku sudah bilang kalau ini bukan investigasi, tapi menguntit…

“…Yang lebih penting, saat ini dia sedang berada di luar tokonya. Meski jika kita mengajaknya mengobrol, yang ada justru akan terlihat aneh. Yunyun dan aku akan menanyakan tipe cowok yang dia suka tanpa memedulikan situasinya. Ayo, Yunyun. Bekerjasamalah denganku.”

“Aku mengerti. Ayo kita segera tanyakan padanya supaya kita bisa mengakhiri masalah yang mengkhawatirkan ini.”

Aku mengajak Yunyun yang nampak kelelahan dan masuk ke dalam toko tempat Soketto berada.

“Hei, Yunyun, lihat. Yang ini imut ‘kan?”

“I-iya, beneran imut! Kalau kamu memberikan benda ini pada orang yang kamu suka, pasti… Ehh? Maksudnya ini? Pedang kayu dengan ukiran naga ini!?”

Padahal aku sudah memulai obrolan yang sempurna, tapi Yunyun justru menghancurkannya dengan ucapannya yang tidak perlu.

(Yunyun, serius dong kerjasamanya!)

(Ta-tapi, selera Megumin itu terlalu aneh! Mau bagaimanapun juga, aku tidak akan menerima benda seperti inI!)

Saat kami berbisik satu sama lain, Soketto datang menghampiriku.

“Wah, manisnya. Ukiran naganya benar-benar indah Akan sangat cocok denganmu kalau dikenakan di pinggang saat berpergian.”

“Ehh!?”

Mendengar ucapan Soketto, Yunyun langsung berteriak keras.

“Memang, ini benar-benar benda berkualitas tinggi yang praktis dan imut… Ngomong-ngomong, aku mau bertanya seenaknya, kamu suka… Yunyun, kamu ngapain sih!?”

Saat aku mau bertanya pada Soketto tentang apa yang dia suka, Yunyun tiba-tiba menggangguku dengan menarik-narik lenganku.

(Ini benar-benar aneh! Selain itu, apa seleraku benar-benar aneh? Rupanya memang aku yang aneh di desa ini? Aku sama sekali tidak bisa mengerti apa imutnya pedang kayu ini!)

img_0149

(Selera Yunyun dari dulu juga memang aneh. Kamu bahkan memberi kucingku nama aneh seperti ‘Kuro’… Ahh!)

Sementara kami sedang berdebat sambil berbisik, Soketto sudah selesai membeli barangnya lalu pergi dari toko.

“Apa yang sudah kamu lakukan? Padahal obrolan kami yang sebelumnya sudah cukup bagus!”

“TAPI! TAPII!!”

Bukkololy mendekati kami yang masih saling mengoceh.

“Hei, kalian berdua, apa yang sedang kalian lakukan!? Soketto sudah pergi!”

“Hahh, padahal aku tinggal selagkah lagi, tapi karena ada gangguan yang tidak terduga… Lagipula, kenapa orang yang menaruh belati di pinggangnya setiap harinya tidak suka pedang kayu!? Sudah cukup, sampai kapan kamu mau terus mengeluh? Kita harus pergi!”

“Jangan membandingkan belatiku yang cantik dengan pedang kayu seperti itu!”

“Kalian berdua. Kalau kalian mau bertengkar, lain kali saja!”

—Soketto memegang pedang kayu yang sebelumnya disebut “sangat imut” di tangannya, berjalan dengan penuh rasa senang di depan kami.

“……Soketto berjalan sambil mengayun-ayunkan pedang kayu… Perilakunya yang seperti ini juga super imut…”

“Di mata orang lain, dia mungkin hanya kelihatan seperti orang yang berbahaya.”

Aku mendengar bisikan mereka lalu memperhatikan Soketto, yang sedang mengayun-ayunkan pedang kayunya dengan satu tangan.

Kami menggunakan sihir Bukkololy untuk mengikutinya dari belakang tanpa terlihat.

“Sepertinya dia benar-benar menyukai pedang kayu itu. Ah, dia menggunakan pedang itu untuk menebas daun yang jatuh dari pohon. Apa dia akan berlatih?”

Tidak sadar akan keberadaan kami yang mengikutinya dari belakang, Soketto menggunakan pedang kayu itu untuk memukuli dahan pohon, bahkan mulai menendang-nendangnya untuk menjatuhkan dedaunan.

“He-hei, apa yang kamu sukai dari kak Soketto? Buat kak Bukkololy, apa dia masih kamu sukai meski dia saat ini sedang menendang-nendang pohon.”

“Tampangnya. Aku suka wajah dan bentuk tubuh Soketto. Selama dia cantik, tindakan seperti itu bisa dianggap imut.”

Mendengar Bukkololy berbicara tanpa ragu— atau lebih tepatnya, tanpa berdelusi, Yunyun tidak bisa berbicara lebih lanjut. Aku tiba-tiba saja terpikirkan sesuatu.

“Bukkololy. Kenapa kamu tidak coba berjalan seperti biasa, lalu tiba-tiba membantunya, bagaimana? Kamu bisa menggunakan sihir angin untuk meniup daun-daun supaya berjatuhan dan membantu dia berlatih.”

“Itu dia! Kamu benar-benar orang paling pintar di Klan Iblis Merah! Kepintaran Megumin benar-benar tajam!”

“Ah! A-aku juga memikirkan cara supaya kak Bukkololy bisa populer dengan para gadis. Misalnya, merapikan rambutmu yang berantakan setelah bangun tidur, mencari pekerjaan atau semacamnya…”

Dia tidak mendengarkan Yunyun yang mencoba bersaing denganku. Yang ada, dia berjalan mendekati Soketto sambil tidak terlihat.

Kemudian…!

TORNADO!”

Soketto terlempar ke langit karena sihir Tornado yang digunakan Bukkololy—

“Orang itu bodoh yah!? Orang itu tidak punya otak yah!?”

“Kita kubur dia. Kubur NEET yang sudah tidak berguna ini lalu melupakannya selamanya!”

Setelah memastikan kalau Soketto tidak terluka, kami langsung pergi dari tempat itu lalu mencekik leher Bukkololy.

“Tunggu! Tenang dulu, kalian berdua! Selain itu, jangan berisik! Nanti kita ketahuan!”

Setelah terlempar ke langit, Soketto menggunakan sihir angin miliknya untuk menjaga keseimbangan lalu mendarat meski dengan sedikit kesulitan. Wajahnya yang pucat bisa terlihat jelas bahkan dari kejauhan.

Dia melihat sekelilingnya dengan tatapan marah, mungkin sedang mencari pelaku yang menggunakan sihir angin tadi.

Sihir Bukkololy menimbulkan kamuflase optik di sekeliling kami. Selama tindakan kami tidak berlebihan, Soketto tidak akan bisa menemukan kami.

Saat itu, Yunyun dengan erat memegang dada Bukkololy lalu menanyainya dengan suara pelan.

“Kamu suka kak Soketto ‘kan!? Kalau begitu, kenapa kamu menggunakan sihir mematikan seperti itu!?”

“Bukan itu maksudku! Aku ‘kan cuma bisa menggunakan sihir tingkat lanjut, sehingga aku tidak bisa melemahkan efeknya…! Sebenarnya, pada awalnya aku mau menjatuhkan daun-daun itu! Tapi aku sadar kalau aku menggunakan sihir angin di dekatnya, roknya akan…”

“Kita kubur dia.”

“Ya, ayo kita kubur orang ini.”

“Tunggu, tunggu! Kumohon, dengarkan aku!”

Sementara kami masih mengoceh, Soketto sudah pergi dengan wajah kesal.

Sepertinya dia menyerah mencari pelakunya.

“Yah… Bagaimanapun juga, syukurlah dia tidak terluka. Dan juga… kita bisa tahu warna apa yang dia suka pakai. Mantap.”

Yunyun dan aku berteriak bersamaa:

“KAK SOKETTOO!” x2

“Hei, hei, tungguu—!”

—————————

BAGIAN KELIMA

—Sudah hampir jam makan siang.

Sebaiknya aku bergegas pulang supaya bisa makan siang bersama Komekko…

“Tunggu! Kalian berdua, jangan tinggalkan aku begitu saja!”

Aku akan mencuci pakaian kotor yang sudah menumpuk, lalu bermain bersamanya sebentar…

“Aku mohon, jangan abaikan aku! Ini terlalu berlebihan! Aku sudah berusaha keras supaya tidak ketahuan! Dia hampir saja melihat wajahku!”

Kemudian mandi bersamanya sambil memandikan bola berbulu itu…

“AKU MOHOOOOONNN!!! TOLONG AKUUUUUU!!! UUUUUUWWWAAAAAAAAAAHHHHHHH!!!”

“Berisik banget sih! Bisa tidak kamu jangan mengikuti kami? Atau jangan-jangan kamu sudah memasukkan nama kami di daftar orang yang mau kamu untit? Kamu sebaiknya menyerah sebelum terlambat dan carilah target yang lebih mudah!”

“Seperti yang Megumin katakan, menyerahlah sebelum terlambat… Ngomong-ngomong, ada monster manis yang disebut Gadis Ketenangan di dekat desa klan Iblis Merah…”

“Kenapa kau memberitahuku hal seperti itu? Apa maksudmu lebih baik aku memilih monster? Tampangmu saja yang terlihat baik, lidahmu itu setajam silet!”

Penguntit ini terus berteriak selagi kami berusaha pergi meninggalkannya.

—Setelah berhasil lari dari kejaran Soketto dengan susah payah, Bukkololy terus memaksa kami.

“…Dasar, mau bagaimanapun kamu memaksa kami, tetap tidak akan ada gunanya. Kami bukan pengangguran sepertimu. Pelajar itu berbeda dengan seorang NEET, waktu istirahat kami itu sangat penting.”

“Kumohon sisakan waktu luang kalian untukku! Aku akan mentraktir kalian makan siang!”

Bukkololy menundukkan kepalanya sambil merapatkan kedua telapak tangannya seakan dia sedang berdoa.

“Kami bukan anak kecil tahu. Kami tidak akan terpancing karena hal seperti itu, iya ‘kan, Megumin… Eh?”

Yunyun melihatku yang sudah pergi bersama Bukkololy lalu berteriak sedih.

“Sambil menyusun rencana kita selanjutnya, mari isi dulu perut kita.”

“Hei, Megumin, sungguh tidak apa-apa!? …A-aku juga akan membantu, jangan tinggalkan aku!”

—Di satu-satunya kafe yang ada di desa.

“Bagaimanapun juga, masalah utamanya adalah untuk menciptakan kesempatan.”

Aku mengangkat jari telunjukku sambil melahap sandwich isi daging domba.

Bukkololy hanya bisa menahan lapar saat melihat aku dan Yunyun menyantap makan siang kami.

Si NEET ini hampir menghabiskan uang simpanannya hanya untuk mentraktir kami makan.

“Kesempatan?” x2

“Tepat sekali. Saat ini, kamu tidak punya hubungan apa-apa dengan Soketto, ‘kan? Karena itu, Yunyun dan aku yang akan bertugas untuk membuatmu berkenalan dengannya. Sebenarnya, cara yang paling mudah adalah dengan mengunjungi tokonya secara rutin. Sayangnya hal tersebut mustahil dilakukan oleh seseorang yang tidak punya pemasukan. Karena itu, kita akan membuat kesempatan supaya kalian berdua bisa saling bertemu.”

“A-aku mengerti!”

“Hei, cara untuk membuat kesempatan itu sendiri bagaimana? Apa kamu sudah punya rencana?”

Mendengar perkataan Yunyun, aku menghabiskan jus buah setelah menyantap makan siangku.

“Gampang saja. Pertama, Yunyun akan memakai topeng lalu menyerang Soketto dengan belatinya. Bukkololy kemudian secara kebetulan akan melintas di depan mereka…”

“OK!! Kita lakukan itu!”

“Mana bisa!? Otakmu tidak ada isinya yah!? IQ-mu jongkok yah!?”

Pada saat itu, pemilik kafe berkata pada kami yang masih sibuk berdebat:

“Sejak dari awal, aku terus mendengar nama Soketto. Ada urusan apa kalian dengannya? Dia barusan pergi ke hutan sambil membawa pedang kayu.”

“Tidak, bukan apa-apa kok… Ke hutan?”

Setelah mendengar perkataan pemilik toko, Yunyun dan aku saling menatap satu sama lain.

Mungkin dia menyadari apa yang kami pikirkan.

Bukkololy kemudian berkata dengan penuh rasa bangga—

img_0157

“Kamu itu benar-benar menyeramkan, tahu. Daripada mengatakan hal-hal pribadi semacam itu, yang lebih penting… Saat kita pergi ke hutan sebelumnya, kita diserang oleh sekawanan Beruang Sekali Hantam, ingat? Aku dengar kelakukan para monster belakangan ini menjadi agak aneh. Kalau Soketto pergi ke hutan di saat seperti ini…”

“Hei, hei, tunggu. Apa benar tidak apa-apa!? Hei, karena ada laporan serangan monster aneh, bagaimana kalau kita meminta penduduk desa untuk…”

Yunyun dan aku saling mengobrol. Bukkololy mendeham pelan, lalu berdiri dari kursinya.

“Kita harus pergi…”

Dia berbicra dengan nada seperti seorang tokoh utama pria yang sadar bila sang tokoh utama wanita sedang dalam bahaya.

“Ka-kak Bukkololy…?”

Yunyun terkejut dan hanya bisa memandang Bukkololy yang kini memasang wajah serius sambil berdiri tegak.

“Aku akan segera pergi ke hutan! Aku akan menemukan Soketto secepat mungkin…!”

Setelah mendengar ucapan Bukkololy, wajah Yunyun nampak bersinar.

“I-ini dia! Ini dia! Kak Bukkololy yang barusan itu… terlihat benar-benar…!”

Yunyun mengepalkan tangannya sambil melepas napas lega.

“Soketto bisa saja sedang diserang oleh sekawanan Beruang Sekali Hantam…! Kalau aku membuat kedatanganku sedramatis mungkin, kira-kira apa yang akan terjadi? Kalau aku menyelamatkan Soketto dari bahaya, aku akan bisa langsung menggapai tujuanku!! …? Yunyun, barusan kamu ngomong apa?”

“Tidak, aku hanya merasa kalau kamu pantas dimakan oleh Beruang Sekali Hantam.”

————————————–

BAGIAN KEENAM

Kami kembali pergi ke hutan hanya untuk melihat bila hutan tersebut sudah berubah.

“…Apa yang terjadi di sini? Seperti baru saja terjadi pertarungan besar.”

Ada tanda-tanda bekas pertarungan di pinggiran hutan.

Pohon-pohon yang ada di sekitar terbakar, kemungkinan karena sihir api atau petir.

Dan mayat seekor Beruang Sekali Hantam tergeletak di antara pohon-pohon yang sudah terbakar hangus itu.

“Bau hangus dari pohonnya masih belum hilang. Sepertinya orang yang mengakibatkan semua ini masih ada di dekat sini.”

Ucap Bukkololy setelah memeriksa TKP. Dia meningkatkan kewaspadaannya lalu mulai masuk ke dalam hutan.

“Ngomong-ngomong, kami masih belum bisa menggunakan sihir, bukannya kami hanya akan menjadi beban? Kenapa kami harus ikut denganmu? Kalau ada Beruang Sekali Hantam datang menyerang, yang bisa kami lakukan cuma berteriak sambil melarikan diri.”

“Iya, sejujurnya aku benar-benar mau pulang…”

“Apa yang kalian katakan? Kalau cuma aku yang pergi, aku tidak akan bisa memulai obrolan dengan Soketto setelah aku bertemu dengannya. Asal kalian tahu saja, kalau aku harus berhadapan dengan gadis yang seumuran denganku, aku tidak yakin kalau aku bisa menciptakan topik obrolan dengannya.”

“Kenapa kamu mengatakan hal itu dengan lagak sombong? Yunyun, cepat beritahu dia… Yunyun?”

“!? A-ada apa!?”

Yunyun langsung terkejut setelah kami mulai membicarakan soal sulitnya berkomunikasi dengan orang lain. Diam-diam dia mengalihkan pandangannya.

……Rupanya ada orang lain di sini yang punya masalah serupa.

—Dalam sekejap.

“……Sihir petir?”

Kilatan cahaya menyambar dari langit tidak jauh dari tempat kami berada.

Lightning Strike!”

Diikuti oleh teriakan seseorang, kilatan cahaya yang turun dari langit menyinari pepohonan. Petir menyambar bersama dengan suara gemuruh yang membahana.

Beruang Sekali Hantam yang terkena sambaran petir tadi langsung tergeletak dan asap hitam timbul dari kepalanya.

Mungkin karena insting mereka sebagai hewan liar, Beruang Sekali Hantam yang lain langsung menjaga jarak mereka sambil gemetar, takut akan gemuruh petir yang ada.

Seorang wanita dengan mata merah menyala berdiri di tengah kawanan Beruang Sekali Hantam tersebut.

Sambil memegang pedang kayunya, Soketto yang matanya berwarna merah menyala dengan cerianya mulai mengucapkan mantra.

Lightning Strike!”

Ini pasti sihir yang menghanguskan pohon-pohon tadi.

Saat suara Soketto bergema di dalam hutan, kilatan cahaya muncul di atas langit, menyambar kepala Beruang Sekali Hantam yang hanya bisa terpaku karena rasa takut.

Di saat beruang kedua sudah berhasil ia kalahkan, Bukkololy langsung berlari.

Ekspresinya berbeda dengan yang biasa dia miliki saat sedang nganggur menjadi NEET.

Wajahnya menunjukan seorang anggota Klan Iblis Merah yang bertekad untuk melindungi orang yang dia cintai.

Mata Bukkololy menyala merah, tanpa ragu ia mengucapkan mantra lalu melepas sihir dengan mana yang begitu besar.

Karenanya, Beruang Sekali Hantam menyadari kehadiran musuh yang baru lalu mulai bertindak.

Pada saat itu, sihirnya berhasil mengenai musuhnya.

“Api neraka, bakarlah segalanya hingga menjadi abu! INFERNO!!”

Sihir api tingkat paling tinggi dikeluarkan dengan seluruh kekuatannya—!

…Sampai-sampai membuat Soketto ikut dilahap oleh si jago merah.

“Ka-ka-kak Soketto!”

“NEET, apa yang kau lakukan!? Cepat! Cepat selamatkan dia…!?”

Bukan hanya Beruang Sekali Hantam, pohon-pohon yang ada di sekitar pun ikut terbakar. Sementara Soketto berhasil keluar dari kobaran api lalu perlahan berjalan ke arah kami, sekujur tubuhnya diselimuti oleh lapisan tipis air.

Sepertinya dia berhasil melakukan tindakan di saat-saat terakhir lalu menggunakan sihir air tipe perlindungan pada dirinya.

“S-syukurlah, dia baik-baik saja…!”

“Iya! Jantungku rasanya mau copot…! Bukkololy, cepat padamkan apinya! Kalau tidak, nanti hutan ini bisa terbakar habis!”

Setelah mendengar ucapanku, Bukkololy langsung menggunakan sihir air untuk memadamkan apinya.

Meski dia itu seorang NEET tidak tahu diri, dia tetaplah seorang anggota Klan Iblis Merah yang bisa menggunakan sihir tingkat lanjut.

Serangan Bukkololy yang menggunakan seluruh kekuatannya tadi berhasil mengalahkan sekawanan Beruang Sekali Hantam.

Saat ini, ada percikan api di mana-mana. Setelah dia melepaskan sihir airnya, Soketto memandang Bukkololy dengan mata yang nampak basah.

Apa ini karena pertarungan tadi? Atau karena hal lain?

Pipi Soketto merah merona. Sepertinya dia kesulitan untuk mengatakan sesuatu.

Bukkololy yang gugup ikut memerah wajahnya sambil memandang lurus pada Soketto.

Tapi, si NEET yang sebelumnya terlihat sangat keren ini, justru gagal di saat-saat yang paling penting.

Dia terlalu gugup sampai-sampai dia terdiam seribu bahasa.

“……Ada sesuatu yang ingin Bukkololy katakan pada Soketto.”

“!?” x3

Ucapanku membuat mereka bertiga menahan nafas mereka.

Wajah Yunyun memerah sembari dia melihat kejadian ini.

Bukkololy sangat gugup, seakan dia ingin menyalahkanku karena mengatakan hal yang tidak perlu.

Kemudian—

“Kebetulan sekali, Bukkololy. Aku juga ingin mengatakan sesuatu padamu.”

Soketto mengatakan hal tidak terduga yang membuatku, Yunyun dan bahkan Bukkololy terkejut.

“I-ini…! Jangan-jangan, ini…!”

“Itu benar. Perasaan yang aku miliki pastilah sama dengan apa yang kamu rasakan sekarang.”

Soketto tersenyum lembut.

Melihat senyum si kembang desa, wajah Bukkololy langsung memerah seperti tomat.

Apa ini karena dia berhasil menyelamatkan nyawanya saat dia sedang dalam bahaya?

Apa ini karena efek jembatan gantung, yang membuat siapapun jatuh cinta pada seseorang yang berada bersamanya saat dia sedang dalam bahaya?

Aku merasa tidak adil kalau si NEET ini berhasil merebut hati kembang desa klan kami. Tapi, setelah melihat mata Yunyun yang merah menyala, aku merasa ini bukanlah hal yang terlalu buruk.

Bukkololy membulatkan tekadnya, mengepalkan tangannya erat-erat, lalu berkata pada Soketto—

“Sejak dari dulu, a-aku…!”

“Kalau kamu sebegitu bencinya padaku, katakan saja. Kebetulan, kita sedang berada di dalam hutan. Aku dengar kamu sama sepertiku, suka pergi ke hutan untuk berlatih. Maka dari itu, kamu pastinya pantas untuk menjadi lawanku… Nah, ayo kita akhiri semua ini!”

…………

“Eh?” x3

Selain Soketto, kami bertiga hanya bisa terkejut.

“Aku tidak tahu kenapa kamu begitu membenciku! Sejak dari dulu, kamu selalu mengintaiku, tapi hari ini kamu benar-benar melakukan sesuatu yang lain! Bukan hanya tornado yang hampir saja membunuhku di desa. Kali ini, kamu bahkan menyerangku dengan serangan api neraka saat aku sedang bersiap untuk membunuh monster-monster tadi! Fufu, kamu lumayan hebat juga. Aku sudah pernah bertarung melawan berbagai macam monster, tetapi baru kali ini pertarunganku berakhir dengan begitu menyedihkan!”

Soketto menggenggam pedang kayunya, terdengar suara “GRET” yang begitu mengerikan.

“Bukanbukanbukanbukan! Bukan begitu! Kamu salah paham! Aku melakukan sihir yang tadi itu untuk menyelamatkanmu dari kawanan monster…! Aku benar-benar minta maaf karena membuatmu ikut terbakar! Aku tidak bisa mengendalikannya dengan terlalu baik!”

Wajah Bukkololy langsung berubah pucat pasi, berkali-kali dia mengibas-ngibaskan tangannya, berusaha menjelaskan apa yang terjadi. Soketto melemaskan genggamannya pada pedang kayunya sambil mengernyitkan dahinya.

“……Kalau begitu, apa maksudmu melakukan tornado? Selain itu, kamu tidak terlihat ‘kan? Aku sudah mengetahui identitasmu sejak dulu. Soalnya, cuma kamu yang setiap hari mengekoriku.”

“So-soal itu…”

Bukkololy melirik ke arah kami. Matanya seakan berkata bila dia ingin meminta pertolongan dari kami.

Kami menunjuk pada Bukkololy lalu berkata bersama-sama:

“Dia bilang dia mau mengibaskan rokmu.”

Soketto mengangkat pedang kayunya, lalu menebas Bukkololy.

———————————-

BAGIAN KETUJUH

Di dalam toko yang ditutupi oleh gorden berwarna ungu pucat, Soketto berkata dengan nada pasrah:

“Hahh, kalian berdua jadi terbawa masalah yang serius ini. Kalian pasti dipaksa oleh cowok mesum ini dan akhirnya membantunya dengan terpaksa, iya ‘kan?”

Setelah kembali dari hutan, kami pergi ke tokonya Soketto, sementara saat ini tubuh Bukkololy dibaluti perban.

“Hei, jangan panggil aku mesum. Tujuanku itu suci. Ini hanyalah keinginan seorang penyihir yang haus akan pengetahuan, rasa ingin tahu akan apa warna kesukaan seorang gadis dari Klan Iblis Merah… Aku sangat minta maaf. Itu bukan niatku, sumpah. Jauhkan pedang kayu itu dariku.”

Bukkololy yang badannya diperban langsung mencoba menjelaskan saat Soketto sudah siap mengambil pedang kayu yang dia sandarkan di dinding.

Bukkololy langsung babak belur setelah dia dihajar habis-habisan dengan pedang kayu. Dia sedang diperban oleh Yunyun.

Soketto memandang pria itu dan melepas napas panjang.

“……Dasar, kalau kamu sangat ingin diramal sampai-sampai berburu monster di hutan demi mendapatkan uang, kenapa tidak langsung datang kepadaku saja? Setidaknya aku bisa memberimu diskon untuk ramalanmu yang pertama.”

“Beneran!?”

—Pada akhirnya, si NEET pengecut ini tidak bisa mengatakan alasannya yang sesungguhnya kenapa dia pergi ke hutan.

Alasan yang dia buat cuma: “Karena aku mau diramal, aku pergi ke hutan untuk mendapatkan uang.”

Bahkan secara “kebetulan” bertemu Soketto sedang dikerumuni oleh monster, lalu “kebetulan” sihir yang dia lepaskan juga menyerang Soketto.

“Aku akan mengabaikan soal sihir tornado dan sihir api yang hampir saja membuatku terpanggang hidup-hidup saat di hutan tadi— Tapi, itu karena kamu mau menyelamatkanku dari kawanan monster. Tidak apalah… Ramalan apa yang kamu inginkan? Aku hanya akan melakukannya sekali saja.”

Soketto mengambil sebuah bola kristal yang ada di ruangan ini lalu menempatkannya di depan Bukkololy.

“Aku mau tahu, err… calon pacarku… bukan, istri… bukan, bukan, orang yang akan mencintaiku? …Argghh, siapa sih sebenarnya?”

Bukkololy langsung lupa tujuannya datang kemari.

“Dengan kata lain, calon pendampingmu ‘kan? Bola kristal ini akan menunjukan wanita yang kemungkinan akan menjadi kekasihmu nanti. Masa depan bisa berubah, jadi aku tidak bisa memastikan kalau orang yang muncul ini akan… Oh, ramalannya sudah mau muncul…!”

Bola kristal Soketto mulai bersinar.

Kemudian, sinar itu mulai meredup, lalu…!

“……Aku tidak melihat apapun.”

“Eh, Ahh!?”

Soketto jauh lebih terkejut dibanding saat dia terhempas oleh tornado. Dia terus mengocok-ngocok bola kristalnya.

“Tu-tunggu sebentar. Aku tidak tahu apa yang terjadi. Ini seharusnya tidak mungkin terjadi… Siapapun itu, dia seharusnya punya calon kekasih…!”

“Sebaiknya kamu tidak mengungkapkan ramalan yang menyakitkan ini pada orang lain.”

Karena bola kristalnya tidak menunjukan siapapun, maka mustahil Bukkololy bisa bersanding dengan Soketto.

Soketto memandang Bukkololy, yang sudah hampir menangis, dengan rasa iba.

“……Emm, tidak masalah. Ramalanku tidak 100% akurat kok… Aku pernah meramal cuaca saat aku masih kecil, ramalanku mengatakan kalau besok akan mendung, tapi yang ada justru hujan selama 5 menit…”

“Hentikan! Aku tidak tahu apa kau mencoba menghiburku atau mau menyombongkan ramalanmu yang akurat! Apa maksudnya ini!? Mending ditolak langsung saja!”

Yunyun dan aku menjaga jarak dari mereka sambil berbisik-bisik.

“Meski dia NEET tapi tetap saja ini terlalu berlebihan. Kalau bola kristalnya tidak menunjukan apapun, ini berarti monster berwujud wanita yang Yunyun ceritakan dulu, si Gadis Ketenangan juga tidak akan mencintai dia…”

“Gimana nih? Aku tidak mengira kalau kata-kataku bisa sampai menyakiti perasaannya…”

“Kalian berdua! Aku bisa mendengar omongan kalian tahu! Kalau mau ngegosip, jangan keras-keras!”

—Bukkololy pun pergi dari toko, dia hampir saja menangis.

“Ngomong-ngomong, karena tadi aku terlalu sibuk meramal, aku lupa soal hal ini— Kita kesampingkan dulu dua sihir yang dia lakukan padaku, kenapa dia mengekoriku setiap hari?”

“Soal itu… Jangan ditanya lebih lanjut. Ini demi Bukkololy.”

Mendengar jawabanku, Soketto hanya memiringkan kepalanya penuh tanda tanya.

Dia memandang sosok Bukkololy yang dengan putus asanya pulang ke rumahnya.

“Meski dia itu orang yang tidak berguna, nampaknya dia lumayan menarik. Aneh yah…”

Ucap Soketto, dia pun menaruh kembali bola kristal yang ada di tangannya.

—————————————-

BAGIAN KEDELAPAN

Di perjalanan setelah kami pergi dari rumah Soketto.

“Pada akhirnya semua ini berakhir dengan kegagalan. Bagaimanapun juga, menurutku kak Bukkololy sebaiknya mencari pekerjaan dulu…”

“Sejak awal juga mereka memang tidak cocok. Soalnya, aku dan Bukkololy itu tetangga sejak kami masih kecil, jadi aku tahu betul dia itu seperti apa. Dia itu benar-benar orang yang tidak berguna.”

Yunyun yang berjalan di sampingku langsung berbalik setelah mendengar itu.

“Kalau begitu, dia sudah seperti kakakmu yah? Se-selain itu, kalian berdua juga bisa dianggap sebagai teman sejak kecil ‘kan? Hei, Megumin, apa mungkin kamu bisa jatuh cinta pada kak Bukkololy?”

“Mustahil.”

Aku langsung membalas perkataan Yunyun sementara dia mengharapkan sesuatu yang benar-benar bodoh.

“Be-begitu yah… Aku selalu penasaran kalau mungkin yang Megumin inginkan itu cuma makanan? Apa kamu tidak pernah mengharapkan kisah cinta dalam hidupmu?”

“Masih ada tugas berat yang harus aku selesaikan. Aku tidak punya waktu untuk terbakar hawa nafsu.”

Aku langsung membalasnya dengan tegas, tapi Yunyun terus memojokkanku.

“Tapi, tapi, suatu hari nanti Megumin akan menjadi seorang petualang. Seorang petualang akan menjadi anggota sebuah kelompok, makan dan tinggal bersama, saling membantu satu sama lain…”

“Memang. Aku dengar di antara para petualang, kemungkinan menikahi seorang anggota kelompok yang sama dengan kita itu cukup tinggi… tapi, hal tersebut kemungkinan tidak akan terjadi padaku.”

“Kamu kedengarannya yakin sekali. Yah, aku juga tidak bisa membayangkan Megumin dengan malunya menempel begitu mesra dengan seorang cowok…”

Selagi kami mengobrol, tanpa sadar kami sudah tiba di rumahku.

“Bagaimanapun juga, kalau aku jatuh cinta… maka orang tersebut adalah seorang pahlawan keren yang tidak akan pernah menyerah meski dihadapi oleh kesulitan seperti apapun.”

“Aku merasa kalau Megumin justru akan menikahi orang yang biasa-biasa saja sih…”

Setelah berpisah dengan Yunyun, aku masuk ke dalam rumah.

“Aku pulang.”

“Selamat pulang, kak!”

Komekko langsung berlari sambil memegang Kuro.

Kuro nampaknya kelelahan, membiarkan dirinya dibawa oleh Komekko semaunya. Sepertinya dia sudah melalui berbagai macam hal selagi aku pergi keluar.

“Kak, kita santap makan malamnya yuk! Ada banyak makanan enak lho!”

…Banyak makanan enak?

“Makanan enak? Apa maksudnya? Kamu mendapatkan makanan dari orang lain lagi?”

“Bukkololy yang memberikannya. Dia bilang kalau nanti aku besar, aku pasti akan menjadi wanita yang cantik, kemudian aku harus pergi ke rumahnya…”

Sebelum Komekko menyelesaikan ucapannya, aku langsung berlari keluar rumah, pergi ke toko sepatu untuk menghajar seseorang.

—————————————-

SELINGAN – BAGIAN KETIGA

—Adik Gadis Nakal Nomor 1 Klan Iblis Merah—

Puzzle-nya sudah berhasil diselesaikan pada hari kedua.

“……Aku benci orang-orang dari Klan Iblis Merah.”

“Aku juga dari Klan Iblis Merah.”

“……Kecuali kau.”

Hoost dan aku berbaring di depan puzzle. Kami kira pekerjaan kami sudah selesai, tapi puzzle lainnya muncul lagi di hari ketiga.

“Ahh, sial. Aku tidak bisa memecahkannya. Ngomong-ngomong, kau juga sepertinya tidak akan bisa menyelesaikan puzzle ini. Puzzle sesulit ini tidak mungkin bisa dipecahkan oleh anak kecil.”

“Kakak bilang kalau ada orang yang memupuskan semangatmu, kamu harus tetap melangkah ke depan.”

Aku berbaring di atas tanah, mengayunkan kakiku sambil mengerjakan puzzle-nya.

“Hei, itu tidak sopan. Kakimu berlumpur tahu. Haahh…”

Hoost membersihkan lumpur yang mengotori jubahku sementara aku berkonsentrasi pada puzzle tanpa memedulikannya.

“……Hei, apa-apaan ini, kau hebat juga! Kalau begini kita pasti bisa menyelesaikannya!! Eh, kenapa? Apa kau kesulitan?”

Aku menaruh puzzle yang sudah setengah jadi itu, lalu menutup mataku. Segalanya berjalan tanpa ada sedikitpun masalah.

“Aku sudah capek.”

“Aku mohon, Komekko! Kau sudah menyelesaikannya sampai sejauh ini, jadi jangan menyerah sekarang! Apa kamu mau makan sesuatu!? Kamu pasti lapar, ‘kan? Aku akan segera membawakan makanan.”

Mendengar ucapannya, aku langsung bangkit dan lanjut mengerjakan puzzle-nya.

“Bagus, bagus! Terus begitu yah! Aku akan segera kembali membawakan makanan!”

Hoost melebarkan sayapnya lalu terbang pergi.

“Ah! Aku juga mau ikut! Ikut!”

“Bo-bodoh! Aku tidak bisa membawa bocah sepertimu ke dalam hutan! Bocah sepertimu cuma akan menjadi santapan monster!”

“Aku mau ikut! Mau ikut! Hoost ‘kan kuat, jadi pasti tidak akan terjadi apa-apa!”

“Yah, memang benar sih kalau aku itu kuat! Soalnya, setiap kali aku masuk ke dalam hutan, monster-monster lain akan langsung melarikan diri!”

“Hoost yang Agung keren deh!”

—Pada akhirnya, aku berhasil membujuk Hoost.

“—Ha… ha…! Kau, jangan banyak bergerak! Woi, kau hampir saja terjatuh!”

“Ada kadal besar di sana! Hoost, yang itu! Tangkap kadal itu!”

“Dengarkan perkataanku!”

Hoost membawaku ke dalam hutan dalam genggaman tangannya.

“……Tuh, ini salahmu, Komekko. Gara-gara kau berteriak-teriak, kadalnya jadi kabur. Banyak monster yang akan langsung lari hanya dengan mencium bau iblis tingkat tinggi sepertiku. Aku sering pergi ke hutan untuk mencarikan makanan untukmu. Seharusnya ada banyak monster yang melarikan diri sedang berkeliaran di pinggiran hutan.”

“……Kalau nanti aku besar dan menjadi kuat, apa aku bisa membuat monster ketakutan?”

“Siapa yang tahu? Mau seberapa kuat pun dirimu, bocah cebol sepertimu mustahil bisa menakuti monster! Hyahahaha!”

Hoost tertawa sambil menurunkanku. Pada saat itu, ada sesuatu yang bergerak di pohon yang ada di depan kami.

“Oh, monster itu masih mendekat meski setelah mengetahui keberadaanku? Sepertinya monster ini lumayan kuat.”

“Hei, kalau aku menakuti monster ini, apa itu artinya aku lebih kuat dari Hoost?”

“Pfft! Bu-buset, pinggangku! Kuhuhu, yah, kalau kau memang bisa melakukannya, maka kau lebih kuat dariku. Tapi, hutan ini adalah tempatnya monster-monster yang mengerikan… Setelah kau melihat seperti apa rupa monsternya, jangan sampai kau ngompol di celana yah.”

“Aku tidak akan ngompol! Aku akan membuat monster itu lari ketakutan!”

Mendengar ucapanku, Hoost langsung tertawa terbahak-bahak.

“Ohh, kalau kau berpikir kau bisa melakukannya, maka coba saja! Kalau kau bisa menakuti monster itu, aku akan memanggilmu Nona Komekko!”

Di antara semak-semak pepohonan, seekor beruang besar tiba-tiba saja muncul.

“…Beruang Sekali Hantam. Bahkan sekawanan yah. Menghadapi monster sebanyak ini pastilah sulit. Tidak ada pilihan lain. Untuk kali ini, aku akan mengampuni mereka…”

Ucap Hoost, dia kemudian membalikkan badannya.

Saat itu, aku berlari ke arah beruang-beruang itu.

“Ughh!!”

“Komekko!?”

—Hoost langsung berteriak dan berlari ke arah beruang-beruang itu.