Vol.1 Ch.2 Gadis Penyendiri dari Klan Iblis Merah


BAGIAN PERTAMA

“Megumin! Hari ini kita harus bertanding, mengerti?”

Karena efek pengendalian cuaca salah seorang guru, hari ini langit berwarna biru cerah.

Saat aku masuk ke dalam kelas, aku langsung disambut oleh paksaan Yunyun.

Entah kenapa, hari ini dia nampak senang.

—Aku tahu alasannya sih.

Pisau belati perak yang beberapa hari lalu dia beli kini melekat di pinggangnya.

Dia sengaja menyentuh belati itu beberapa kali untuk menarik perhatianku. Menyebalkan sekali.

Apa dia ingin aku mengatakan kalau pisau belati itu cocok dengannya?

Aku ini bukan pacarnya, tahu. Aku tidak mau bersikap seperti itu.

“Tidak masalah, aku terima tantanganmu. Tapi, aku tidak punya ramuan untuk dijadikan taruhan. Bagaimana nih?”

“Taruhan yah… Kalau aku menang, Megumin harus mematuhi satu perintah dariku…”

“Baiklah. Kalau begitu, pertandingan kali ini akan lebih condong padamu. Bagaimana kalau kamu menggunakan belati kerenmu itu untuk menyelesaikan pertandingan kita hari ini?”

“Dengan belati ini? Tentu. Meski aku tidak mengerti dengan apa yang kamu maksud, aku menerimanya!”

Aku membawa Yunyun yang penuh rasa percaya diri ke kursiku, lalu aku menaruh telapak tanganku di atas meja.

“Gunakan belatimu itu untuk terus-menerus menusuk celah di antara jariku. Kalau sampai hitungan ke-10 dan kamu tidak menusuk tanganku, kamu yang menang. Mudah dimengerti ‘kan?”

“Tunggu tunggu! Itu mustahil! Mana bisa aku melakukan hal seperti itu!?”

“Tenang saja, aku percaya pada kemampuan Yunyun kok. Meski aku tertusuk belatimu, aku akan menahan rasa sakit itu. Kalau begitu, ayo kita mulai! SATU! DUA!”

“Sudah cukup! Hari ini aku yang kalah lagi!”

Hari ini pun suasananya tidak berubah.

“…Ahh, terima kasih untuk makanannya. Hari ini pun rasanya enak.”

“Uhh,.. Sekali-kali, aku juga mau bertanding serius…”

Yunyun menelan kata-katanya selagi dia mengambil kotak bekal dariku.

“…Ngomong-ngomong, Yunyun, kamu butuh berapa banyak skill point untuk mempelajari sihir tingkat lanjut?”

“Poin? Tinggal… 3 poin. Aku bisa mempelajari sihir tingkat lanjut dengan 3 poin lagi. Dan saat itu tiba… aku akan lulus… Megumin sendiri butuh berapa banyak lagi?”

Di sekolah Klan Iblis Merah, seorang murid akan lulus setelah dia mempelajari sihir.

Setelah mendengar perkataan Yunyun, aku melihat kartu petualangku yang menampilkan ’46 skill point’.

Pada kolom daftar skill, kalimat “Mempelajari Sihir Tingkat Lanjut Membutuhkan 30 skill point” bersinar.

Tapi, yang aku ingin pelajari adalah sihir peledak. Untuk bisa mempelajarinya, aku masih butuh…

“Masih kurang 4 poin, artinya Yunyun akan lulus lebih dulu dariku.”

“Eh!? Tunggu dulu, nilai Megumin ‘kan selalu bagus, jadi kenapa poinmu lebih sedikit dariku? Yang lebih penting lagi… Ah!? Aku akan lulus sendirian…!”

Sementara Yunyun merasa khawatir, wali kelas kami sudah masuk ke dalam kelas.

Ruangan kelas yang tadinya ribut langsung sunyi senyap. Berdiri di atas podium, wali kelas kami memegang buku daftar nama murid.

“Bapak absen sekarang.”

Setiap murid menjawab saat namanya dipanggil.

“…Dodonko! Nerimaki! Funifura!”

Karena di kelas ini hanya ada 11 murid, tidak butuh waktu lama sampai namaku dipanggil.

“Megumin! …Dan juga, Yunyun!”

“Hadir! …Pak Guru, maksud Bapak barusan apa? Bapak bilang ‘dan juga’, ‘kan? Apa bapak hampir lupa denganku lagi?”

“Ok, ok. Kita mulai pelajaran hari ini… atau, itu yang bapak ingin katakan. Belakangan ini, monster yang ada di dekat desa mulai kembali aktif. Kepala sekolah menyuruh bapak untuk menggiring para hikikomori… maksudnya, orang-orang yang punya waktu luang untuk memburu monster-monster itu. Kalian boleh pulang saat jam pelajaran siang. Pagi ini kalian belajar mandiri di perpustakaan.

Mata Yunyun berlinang air mata karena tidak dipedulikan oleh wali kelas. Wali kelas kami kemudian pergi setelah mengatakan hal itu.

—Ini adalah desa Klan Iblis Merah yang bahkan ditakuti oleh sang raja iblis.

Jarang ada monster yang aktif di sekitar sini.

Monster yang ada di sekitar biasanya jarang mau mendekati desa…

Aku mencari buku di perpustakaan, meski masih memikirkan masalah yang ada.

Aku mau membaca kelanjutan buku yang beberapa hari yang lalu aku baca.

‘Si Liar Rhodes Volume 2’, ‘Si Liar Rhodes Volume 2’……

—Ketemu.

“Yunyun, aku sedang mencari buku yang kamu pegang itu. Kamu ‘kan sudah mengambil banyak buku, kalau kamu tidak akan langsung membaca buku itu, boleh aku meminjamnya?”

Yunyun memegang ‘Si Liar Rhodes Volume 2’ dan beberapa buku lainnya.

“Umm… Tentu. Megumin suka membaca buku seperti ini juga yah? Nih.”

Yunyun memberiku buku ‘Kamu pun Bisa Berkomunikasi dengan Goblin’ dan ‘Bersahabat dengan Monster’.

“Siapa yang bilang kalau aku mau buku seperti ini!? Bukan yang ini, tapi yang ‘Si Liar Rhodes’!”

“Eh? Megumin suka yang ini? Buku ini menarik sekali lho. Aku sudah membacanya beberapa kali! Volume 2 ‘Sang Raja Palsu Muncul’ memiliki akhir yang tidak terduga di mana si raja tua dan kedua pelayannya pergi berkelana—”

“Stop, jangan bocorin ceritanya! …Ngomong-ngomong, apa-apaan dengan pilihan bukumu yang lain? Judulnya saja membuat hatiku sakit… Terlalu menyakitkan…”

“Jangan begitu dong, Megumin. Kenapa kamu memandangku dengan penuh rasa simpati seperti itu! Lihat nih, kaktus juga punya perasaan! Itu artinya, kita bisa berteman dengan tumbuhan…!”

…Ini anak kenapa sih?

“Aku tidak tahan lagi. Kalau kamu mau punya teman, kamu cuma perlu berhenti mengaku sebagai rivalku…”

“—Hei, Yunyun. Kamu rupanya masih membaca buku begituan? Kalau kamu pengen banget punya teman, kamu boleh jadi teman kami kok.”

Aku berbalik, melirik ke arah orang yang mengganggu percakapan kami. Dia teman sekelasku yang sebelumnya sempat mengobrol dengan Yunyun… teman sekelasku… namanya siapa yah?

“Rupanya Funikura atau siapalah namamu itu? Orang berteman itu secara natural dan bukan dibuat-buat seperti itu.”

“Namaku Funifura! Ingat nama teman sekelasmu sendiri dong!”

Yunyun tiba-tiba saja mendekat pada Funifura yang kesal.

“Barusan kamu bilang apa? Ka-kamu bilang apa!?”

“Hei, kamu terlalu dekat. Wajahmu terlalu dekat! Aku cuma bilang kalau kita bisa berteman…”

Menghadapi Yunyun dari dekat dengan wajah penuh keseriusan, Funifura perlahan mundur, dan menjelaskan maksudnya.

Sambil mendengarkan penjelasan Funifura, Yunyun mengangguk beberapa kali sambil bersikap malu.

Ohh… Yunyun, si penyendiri abadi, akhirnya mempunyai teman!

Meski kehawatiranku akan masa depan Yunyun itu sesuatu yang tidak seharusnya aku pikirkan, dengan begini aku bisa merasa lega…!

“Umm… Aku belum memiliki banyak pengalaman, jadi aku mohon bimbingannya!”

“Hei, Yunyun, kamu tahu arti ‘teman’ tidak sih? Kamu ngerti gak sih?”

…Aku bisa… merasa lega… mungkin.

————————————————

BAGIAN KEDUA

“Hei, Yunyun! Nanti aku kasih yang baru! Itu ‘kan cuma karet untuk mengikat rambut. Kalau hilang aku bisa memberikanmu yang lain! Megumin sudah mengaku salah, jadi jangan mempermasalahkannya lagi!”

“Tapi, tapi…! Itu hadiah pertama yang aku terima dari temanku…!”

—Aku benar-benar tidak bisa merasa lega.

Funifura ingin membuat Yunyun jadi lebih cantik, maka dia memberi Yunyun sebuah karet gelang.

Yunyun merasa senang, terlalu senang saat menerima hadiah itu. Dia langsung kembali ke dalam kelas, lalu menyimpan karet gelang itu dengan hati-hati di mejanya. Kemudian—

“Kenapa Megumin mencari-cari isi mejaku!? Kenapa kamu memainkan lalu menembakkan karet gelangku!? Memangnya kamu itu anak umur 3 tahun!?”

Aku bosan membaca dan langsung kembali ke kelas. Aku mengambil karet gelang itu lalu menembakkannya keluar jendela. Cuma itu.

—Aku duduk berlutut di dalam kelas.

“Bukan itu maksudku. Aku melihat serangga di atas pohon di luar jendela. Aku sangat tidak enak melihat serangga seperti itu dan ingin menembaknya. Aku sudah menggunakan semua karet gelangku, jadi aku tidak punya pilihan lain selain meminjam punyamu…”

“‘Tidak punya pilihan lain’ apanya. Cewek itu seharusnya tidak bermain seperti ini. Dasar, kamu itu…!”

Yunyun memperhatikan diriku yang hanya bisa menundukkan kepalaku, dia melepas napas panjang.

“Funifura, maaf! Padahal akhirnya aku bisa menerima hadiah dari teman! Pada awalnya, aku berniat untuk menyimpannya di dalam brangkas rumahku…!”

“Gak usah segitunya! Konyol tahu! Karet gelang itu seharusnya dipakai, bukan buat disimpan!”

Funifura mengatakannya dengan spontan, merasa sedikit takut dengan Yunyun.

“Lupakan saja. Sudah hampir jam makan siang. Kita ajak Dodonko makan bersama.”

“Bo-boleh? Makan siang bersama… seperti teman!”

“Sudah kubilang, kita ini memang teman!”

Kesendirian Yunyun adalah penyakit yang sudah kronis.

“Benar juga, sudah hampir jam makan siang, ayo cepat.”

Aku, yang disuruh berlutut tegak di atas lantai, berdiri, siap mengikuti mereka…

“…Megumin, kamu bawa kotak bekal tidak?”

“Tidak.”

“Gak bisa ikut makan siang bareng dong.”

Setelah mendengar jawabanku, Funifura membalasnya dengan penolakan.

…Aduh.

Memang bagus Yunyun bisa berteman dengan orang lain.

Tapi, di saat yang sama, diriku yang menderita ini akan kehilangan penyedia makananku.

Dengan penuh rasa khawatir aku memandang Yunyun, yang siap pergi dengan kotak bekalnya.

“Megumin, umm… Kalau cuma separuh saja… Eh, jangan memelukku! Dan juga jangan memujaku!”

—Tetapi, seperti biasanya… kalau beberapa perempuan sudah berkumpul, pasti ada banyak saja bahan pembicaraannya.

“Orang itu jelas punya rasa sama aku! Tapi, gimana yah? Selain itu, sudah ada orang yang mengikat janji sehidup-semati denganku di kehidupanku yang sebelumnya. Apa ini namanya selingkuh? Kurang lebih sih.”

“Gak masalah. Hidup yang sebelumnya itu bukan hidup yang sekarang. Pasangan hidupku sudah ditentukan… tidak, dia harus seseorang yang tampan yang tersegel di dungeon paling dalam, artinya aku harus segera mempelajari sihir tingkat lanjut untuk menyelamatkannya.

Apa obrolan seperti ini terasa janggal?

“Begitu yah? Kalian berdua hebat sekali!”

Yunyun tersenyum kaku sambil membalas perkataan mereka dengan spontan.

Sambil menyantap makan siangku bersama teman sekelasku, Funifura dan Dodonko, kami mengobrol soal cinta yang sepertinya tidak akan pernah ada ujungnya.

Sepertinya mereka mencampuradukkan kekasih idaman mereka dengan kenyataan sampai jadi membingungkan seperti ini.

“Yunyun sendiri? Tipemu… tidak, kekasihmu di kehidupanmu yang sebelumnya, dia seperti apa?”

Dodonko bertanya lalu melahap saladnya.

“Aku? Aku tidak ingat kehidupanku yang sebelumnya sih… Orang yang dewasa dan tenang, yang dengan lembutnya mendengarkan ocehanku setiap hari…”

“Gak romantis banget.”

“Kagak romantis beeud.”

“Mau gimana lagi. Yunyun itu ‘kan aneh. Ngomong-ngomong, kehidupanku yang sebelumnya pastilah sebagai seorang dewa kehancuran, sehingga aku tidak memiliki kekasih. Ahh, aku kenyang, enak banget.”

“Aneh!? Hei, aku ini benar-benar aneh yah? Selain itu, Megumin— ‘Kan sudah kubilang aku cuma memberikanmu separuh! Kenapa kamu memakan semuanya!?”

————————————

BAGIAN KETIGA

Di perjalanan pulang kami.

“Syukurlah, Yunyun akhirnya punya teman. Aku sampai sempat mengira kalau di kehidupanmu yang sebelumnya kamu adalah seekor kutu laut raksasa dan akan menjadi penyendiri selamanya. Aku khawatir sekali tahu.”

Ucapku pada Yunyun yang nampak begitu senang.

“Aku sendiri tidak mau menyendiri tahu! …Eh, Megumin, mulutmu. Ahh, kamu itu ‘kan gadis, jadi kamu harus memperhatikan penampilanmu. Ada sisa kecap.”

Ucap Yunyun yang kemudian mengelap mulutku dengan sapu tangannya, seperti yang biasa ibuku lakukan.

“Aku sering berpikir kalau Yunyun itu anak yang tidak bisa berbaur dan akan mudah ditipu oleh orang jahat yang berpura-pura menjadi temannya. Kalau begini, aku bisa lega.”

“Aku sering berpikir kalau Megumin itu anak yang tidak bisa bertahan hidup sendiri dan akan mudah ditipu oleh orang jahat yang mentraktir dia makan. Kalau begini, aku bisa lega.”

Yunyun masih mengelap mulutku, kami saling bertatapan dan langsung menjauhkan muka kami.

“Ucapanmu aneh sekali. Maksudmu aku ini seorang gadis bodoh yang dengan mudahnya mau mengikuti seseorang hanya karena diberi makanan gratis?”

“Megumin sendiri terlalu meremehkanku. Kamu pikir aku ini gadis berpikiran pendek yang dengan mudahnya mau mengikuti seseorang hanya karena dia mau berteman denganku?”

Aku menghadapi Yunyun di tepi jalan, tersenyum licik.

“Ohh, aku sendiri sih… Bisa membayangkan nanti Yunyun akan selalu mematuhi omongan cowok tidak berguna yang mengatakan kalau dia ingin menjadi temanmu.”

“Aku juga bisa membayangkan Megumin kebingungan karena tidak bisa bertahan hidup sendiri, lalu meminta cowok tidak berguna demi sesuap nasi!”

…Sepertinya sudah waktunya untuk menyelesaikan pertandinganku dengan rival jadi-jadian ini.

Aku mengambil kuda-kuda bertahan. Yunyun mulai waspada.

Dalam situasi yang sengit ini, suara seseorang tiba-tiba saja mengganggu pertandingan kami.

“Eh? Kamu itu Megumin yang tinggal dekat denganku ‘kan?”

Aku berbalik untuk melihat suara siapa itu. Dia anak pembuat sepatu yang tinggal di dekat rumahku.

“Rupanya Bukkololy. Kamu sedang apa di sini?”

Bagiku dan Komekko, dia adalah tetangga yang sudah seperti seorang kakak. Tapi, setiap harinya dia selalu menganggur, dia bilang kalau dia harus menyimpan tenaganya sampai saat dunia membutuhkannya.

Jarang sekali dia berkeliaran keluar rumah.

“Monster-monster mulai kembali aktif, bahkan mulai mendekati desa. Aku sedang menyingkirkan monster-monster yang ada di sekitar desa. Ah, karena aku diberi tahu kalau sekarang adalah saatku untuk melepas kekuatanku yang tersimpan, aku jadi penuh semangat!”

Oh, iya. Wali kelas kami mengatakan sesuatu tentang mengeluarkan para hikikomori yang ada di desa untuk berburu monster.

Dia itu cuma dipaksa bekerja, tapi setelah melihat wajahnya yang penuh rasa puas, aku memutuskan untuk tidak mengatakan hal yang akan merusak perasaannya.

“Selain itu, ada monster yang biasanya jarang terlihat. Namanya apa yah, aku lupa…? Aku tidak menyangka ada monster seperti itu di dekat desa…”

Ucap Bukkololy dengan suara pelan, dia kemudian bertatapan dengan Yunyun.

“…Diriku bernama Bukkololy, seorang Arch Wizard pengendali Sihir Tingkat Lanjut… putra sekaligus penerus pembuat sepatu papan atas di Desa Klan Iblis Merah…! Kamu pasti putrinya kepala desa. Senang bertemu denganmu.”

“Ah! Iya, namaku Yunyun. Senang bertemu denganmu…”

Bukkololy melakukan perkenalan dirinya yang berlebihan. Yunyun menundukan kepalanya karena merasa malu melihat perkenalan diri Bukkololy sambil memperkenalkan dirinya.

Padahal jarang sekali Yunyun bisa memperkenalkan dirinya dengan keren. Anak ini memang aneh.

“Kalian berdua sedang apa? Padahal ada hawa mencekam seakan pertarungan bisa terjadi kapan saja.”

“Benar juga! Anak ini dan aku sedang bersiap melakukan pertarungan hidup-mati untuk menentukan siapa yang paling kuat! Yunyun, ayo kita mulai!”

“Tunggu dulu! Bukannya kita melakukan pertandingan biasa? Aku masih belum siap untuk melakukan pertandingan seperti itu!”

——————————————

BAGIAN KEEMPAT

Aku membuka pintu rumahku yang tidak tertutup rapat dan menyambut gelapnya rumahku.

“Aku pulang.”

Bersamaan dengan suara langkah kakinya, suara orang yang menyambut kepulanganku bisa terdengar.

“Selamat pulang, kak!”

Komekko berlari ke arahku dengan senyum di wajahnya.

Wajah dan jubahnya berlumpur.

Sepertinya dia pergi bermain keluar lagi.

“Komekko, kakak tidak tahu kemana kamu pergi, tapi monster-monster mulai muncul di sekitar desa. Ada orang yang bilang kalau dia melihat seekor monster aneh. Jangan mencoba keluar rumah, yah.”

“Siap! Aku akan mencoba tidak keluar rumah!”

“…Lebih tepatnya ‘jangan keluar rumah.'”

Komekko memberikanku secarik kertas.

“…? Apa ini?”

“Ada kakak cantik yang wajahnya kelihatan agak pucat datang ke sini. Dia bertanya ‘apa ada seorang pengrajin item sihir di sini?’ Lalu aku jawab ‘tidak ada pengrajin item sihir.’ Kemudian dia berbisik ‘begitu yah.’ Lalu dia pergi setelah meninggalkan ini.”

…? Setelah aku melihatnya baik-baik, isi kertas ini adalah pesanan item sihir.

Di pojok surat, dengan tulisan tangan yang cantik tertulis:

“Saya sangat kagum dengan banyaknya item sihir hebat yang telah Anda buat. Saya berharap Anda tetap menjaga hubungan bisnis yang baik dengan toko saya…”

Selain itu, juga ada pujian untuk ayahku di belakang kertas.

…Ayahku seorang pengrajin item sihir.

Tapi, meski item sihir yang dia buat memiliki kekuatan yang hebat, semuanya memiliki kekurangan.

Aku tidak tahu pemilik toko ini berasal dari mana, tapi kemungkinan dia salah mengira ayahku dengan orang lain.

Jika tidak, maka pemilik toko ini memiliki naluri bisnis yang tidak biasa.

“Yah, kalau dia tidak salah orang, maka mungkin dia cuma sedang iseng. Tokonya ada di kota pemula Axel. Nama tokonya…”

—Sebelum aku selesai membaca, Komekko menarik lengan bajuku.

“Kak, aku lapar! Buatin makan malam! Aku sudah menyiapkan bahan-bahannya!”

“Ok, hari ini kakak akan membuatkan makanan untukmu… tapi, bahan makanan yang tersisa tinggal sedikit sih, cuma ada sayuran.”

Komekko menarikku ke dapur. Panci, piring, dan bumbunya sudah disiapkan.

Sayuran yang sudah dipotong pun sudah ada.

Aku berniat untuk membuat sup sayur, hingga aku tiba-tiba saja mendengar suara kecil dari panci.

“……?”

Aku membuka tutup panci. Di dalamnya ada…

“…Komekko, tunggu sampai kucing itu lebih gemuk sebelum memakannya.”

“Hari ini jauh lebih gemuk dibanding kemarin! Kapan kita bisa memakannya? Besok?”

“Tu-tunggu beberapa hari lagi, yah.”

Aku memberi makan banyak Komekko saat sarapan pagi tadi, sehingga aku berpikir tidak akan ada masalah kalau aku meninggalkan Kuro di rumah. Sepertinya aku masih harus membawanya bersamaku ke sekolah.

—Setelah memutuskan hal itu, aku mengambil Kuro dari dalam panci.

————————————–

BAGIAN KELIMA

Hari ini hari libur sekolah.

Hari yang begitu mengerikan setiap minggunya. Bagiku, ini adalah hari yang sangat sulit untuk dilalui.

Alasannya karena…

“Pagi, kak! Hari ini kakak tidak sekolah ‘kan? Kita sarapan yuk!”

“…Komekko, ibu seharusnya sudah menyiapkan sarapan sebelum dia pergi. Kamu boleh memakan bagianku. Kakak mau menghemat kalori di dalam tubuh kakak, jadi kakak tidak mau melakukan apapun hari ini.”

Aku berbaring di balik selimutku tanpa banyak bergerak.

Tapi, Komekko tidak pergi.

“Kalau tidak pergi ke sekolah, kakak tidak akan bisa memakan sarapannya Yunyun. Ayo kita sarapan bersama!”

…Setelah mendengar perkataan Komekko, dengan ogahnya aku beranjak dari kasurku.

Tidak pergi ke sekolah berarti aku tidak bisa mendapatkan makanan dari Yunyun.

Biasanya aku sarapan di sekolah, sehingga aku bisa memberikan bagianku untuk Komekko yang masih dalam masa pertumbuhan.

Adikku yang baik akan selalu mengajakku berbagi makanan saat hari libur.

“Okelah kalau begitu. Hari ini kita sarapan apa?”

“Bola nasi dan salmon!”

“…Sepertinya cuma itu yang bisa disajikan saat tanggal tua. Tapi kakak tidak suka salmon, Komekko saja yang makan bagian kakak.”

“…Kalau begitu, kita beri makan dia.”

Ucap Komekko sambil melihat ke arah Kuro yang keluar dari dalam selimut bersamaku.

Sepertinya dia ingin memakan kucing ini.

Aku mengusap kepala adikku yang baik…

“…Glek…”

…Aku menyeret adikku yang meneteskan air liur sambil memperhatikan Kuro ke dapur.

“Kuro, kamu mau makan kulit salmonku?”

“Meong.”

“Kulitnya bergizi, jadi makan sampai habis yah.”

Setelah sarapan bersama Komekko, aku memikirkan apa yang akan aku lakukan hari ini.

—Ayahku seorang pengrajin item sihir, tapi barang buatannya selalu memiliki kekurangan sehingga bisnisnya tidak terlalu bagus.

Meski bisa terjual, harganya harus dipangkas sebesar mungkin, sehingga keluarga kami selalu saja kekurangan.

Setiap tanggal tua, kedua orang tuaku pergi menjual item sihir di kota, meninggalkanku dan adikku bersama di rumah.

Ayah bilang kalau mereka akan pergi pagi ini dan tidak akan kembali selama beberapa hari.

Sisa makanan di kulkas seharusnya tinggal sedikit.

Kalau begini…

“Komekko, kakak mau pergi ke desa. Mungkin kakak bisa menemukan makanan…”

Nyam!

“Meong!”

…Setelah mendengar suara benda yang digigit, Kuro mengeong pelan.

“…Kamu menggigit Kuro lagi?”

“Rasanya gak enak kalau masih mentah.”

—Sepertinya aku harus segera mencari makan.

“Dengar yah, Komekko. Targetmu adalah bapak-bapak. Aku akan menggunakan karismaku yang hebat pada lelaki muda.”

“Kakakku seorang gadis nakal!”

“Fufufu, lihat baik-baik, Komekko. Kakak sendiri tidak terlalu ingin melakukan hal ini, sayangnya keadaan kulkas kita sudah sangat buruk… Ohh, baru saja diomongin mangsanya sudah datang.”

Komekko memeluk Kuro erat-erat seperti boneka. Aku meraih tangannya, bersikap layaknya seorang kakak yang baik, berjalan perlahan ke arah mangsa kami.

“Rupanya Bukkololy, si tampan dari toko sepatu! Selamat pagi! Hari ini cuacanya cerah yah.”

“…Aku lagi nganggur, jadi kalian tidak bisa menipuku untuk memberikan uang pada kalian.”

Bukkololy sedang mempraktekan pose untuk perkenalan dirinya yang spektakuler di halaman. Dia memperingatkanku sambil tersenyum, sudah melakukan serangan pertama bahkan sebelum aku bisa berkata lebih lanjut.

Aku kira dia cuma seorang hikikomori tidak berguna, tapi sepertinya dia bukan orang yang bisa diremehkan.

“Aku tidak akan pernah meminta uang pada Bukkololy yang aku hormati dan sudah merawatku sejak kecil.  Kami hanya merasa sedikit lapar.”

“Hormat apanya? Kalian cuma mau menipuku! Aku tidak punya pekerjaan ataupun kekasih, jadi mana bisa aku mengambil makanan dari dalam rumahku untuk kuberikan pada kalian. Maaf saja, tapi sebaiknya kalian mencari orang lain…”

“Abang, aku lapar!”

“Tunggu sebentar yah, Komekko! Abang akan mengambilkan makanan untukmu!”

Aku melihat Bukkololy berlari pergi lalu berkata pada adikku yang masih memegang tanganku:

“……Mulai hari ini, kamu berhak menyebut dirimu sebagai seorang gadis nakal, Komekko.”

“Diriku bernama Komekko! Menjaga rumah ialah tugasku. Aku adalah adik gadis nakal nomor satu Klan Iblis Merah!”

Dengan begitu, adik nakalku ini menerima banyak persembahan.

————————————–

BAGIAN KEENAM

“Megumin, kamu mengerti ‘kan!?”

Entah kenapa, Yunyun nampak penuh semangat pagi ini. Dia langsung menyapaku sesaat setelah aku memasuki kelas.

“Aku ngerti kok, sekarang saatnya sarapan. Terima kasih sudah memberikan sarapan untuknya juga.”

“Apa maksudnya waktunya sarapan!? Kenapa kekalahanku sudah dipastikan bahkan sebelum kita bertanding… Eh? Sarapan untuknya? Maksudmu sarapan untuk Kuro? Aku juga harus memberi makan Kuro!?”

Sementara Yunyun berteriak-teriak, aku mengangkat Kuro yang ada di pundakku.

“Kalau tidak mau, tidak apa-apa kok. Tapi, keluargaku tidak punya banyak uang, jadi kalau kamu tidak mau melakukannya, kucing kecil ini akan kelaparan…”

“Aku ngerti! Aku cuma harus memberinya makan ‘kan? Tapi, itu pun kalau Megumin menang! Dan kalau aku harus memberinya makan juga, biar aku yang menentukan pertandingan kali ini!”

“Tidak masalah.”

“Kalau kamu tidak setuju… Eh? Betul tidak apa-apa?”

Aku mengulang perkataanku pada Yunyun yang nampak curiga.

“Tidak apa-apa. Yunyun boleh menentukan pertandingan apa yang akan kita lakukan.”

“……!”

Setelah mendengar perkataanku, wajah Yunyun langsung merona. Dia diam-diam membuat simbol V dengan jarinya, menandakan kemenangannya.

Tetapi, dalam sekejap ekspresinya kembali kaku.

“Cuma satu babak. Kamu tidak boleh berkata kalau aku hanya boleh menentukan jenis satu pertandingan dan kamu meminta dua pertandingan lagi!”

“Tidak akan kok. Memangnya kamu pikir aku ini orang seperti apa?”

Aku langsung menjawab perkataan Yunyun, meski begitu Yunyun masih belum melepaskan kecurigaannya padaku.

“Kamu tidak akan membuat alasan seperti… ‘orang yang kamu kalahkan bukanlah diriku yang sesungguhnya,’ ‘tadi itu bukanlah kekuatanku yang sesungguhnya,’ ‘kamu hanya menyebut dirimu seorang pemenang setelah mengalahkan wujudku yang kedua.'”

“Kamu rupanya masih mengingat hal-hal yang sudah lalu seperti itu. Ngomong-ngomong, aku punya empat wujud. Kalau kamu menang sekali hari ini, aku akan mengaku kalah kok.”

Setelah mendengar itu, Yunyun akhirnya melepas napas panjang, menandakan kelegaannya.

“Ka-kalau begitu! Pertandingan kali ini adalah adu panco! Dalam pertandingan yang mengandalkan kekuatan fisik seperti ini, aku tidak akan kalah oleh Megumin yang berfisik lemah!”

Yunyun menaruh tangannya di atas meja, menggulung lengan bajunya sambil tersenyum penuh percaya diri.

Aku menaruh Kuro di atas meja di dekat Yunyun, lalu menggulung lengan bajuku dan menyiapkan lenganku.

Saat kami saling menggenggam tangan satu sama lain dengan erat, teman sekelas kami yang berbadan tinggi dan memakai penutup mata, Arue, merasa tertarik lalu mendekati kami.

“Kebetulan sekali, Arue. Kamu yang jadi jurinya.”

“Tentu. Tiada orang yang bisa berbuat kecurangan di hadapan mata iblisku. Bersedia, siap…!”

Atas permintaanku, Arue melepas penutup matanya dengan gerakan yang dilebih-lebihkan, lalu berlutut di atas lantai dengan tegapnya.

“Yunyun, kalau aku yang menang, kamu harus memberi makan Kuro dan aku. Hari ini aku tidak punya ramuan penambah skill point. Jadi kalau kamu menang, apa yang kamu inginkan?”

“Eh? Apa yang aku inginkan? I-iya, benar juga yah… Kalau begitu, um… Be-bersama… Mulai besok pagi, kamu harus berangkat ke sekolah bersamaku…”

Arue, yang berlutut di atas lantai, menopang dagunya di atas meja. Sambil memegangi meja, dia kemudian berteriak.

“MULAI!”

“HUAHH!”

“Eh? AAAAHH! Tunggu dulu! Uuugghhh!”

Aku berniat untuk melakukan serangan dadakan supaya bisa langsung menang setelah Arue memulai pertandingan ini. Tetapi, Yunyun masih bisa menahan seranganku.

Yunyun, yang secara fisik lebih kuat dibandingkan denganku, mulai membalikkan keadaan.

Kalau serangan dadakan tidak bisa mengalahkannya, aku hanya bisa…!

“Ahh… Kalau terus begini, aku tidak akan bisa sarapan… Makanan Yunyun enak sekali yah. Aku selalu tidak sabar untuk memakannya setiap hari…”

“!? Me-meski kamu berkata seperti itu! Hari ini aku harus menang melawan Megumin! Dan aku ingin mendapatkan julukan sebagai orang paling jenius di Klan Iblis Merah! Bukan hanya seorang putri kepala klan, tapi juga mendapatkan julukan lain…!”

Yunyun sepertinya merasa tidak enak karena diperlakukan khusus sebagai putri kepala klan.

Aku kira Yunyun selalu menantangku setiap hari karena tidak ada orang yang mau bergaul dengannya…

Tapi, aku tidak akan menyerahkan julukanku sebagai orang paling jenius di Klan Iblis Merah…!

“Ahh, kalau terus begini, bukan hanya aku, tapi Kurosuke juga akan kelaparan…! Keluargaku terlalu miskin untuk memberi makan Kurotarou. Demi Kurobei-ku yang tercinta, aku tidak boleh kalah…”

“EH!? Ka-kalau soal itu sih… Lho, kalau kamu sangat mencintainya, jangan seenaknya mengganti nama Kuro! Kamu cuma memanfaatkannya! Juga memanfaatkan kebaikan hatiku!”

Yunyun mulai melemahkan kekuatan tangannya saat ia mulai merasa iba. Pertarungan kami mulai mencapai titik buntu. Arue pun dengan nada serius berkata:

“Kedua belah pihak sama kuatnya! Waktu yang tersisa hanya 30 detik saja! Bila tiada di antara mereka yang mampu mengalahkan lawannya, kedua belah pihak akan meregang nyawa!”

“EEHH!?” x2

Saat aku terkejut dengan aturan baru yang Arue tambahkan, Kuro berjalan di atas meja ke arah Yunyun.

Dia mengendus tangan kami yang gemetar, lalu mulai bertingkah sok imut di depan Yunyun.

“He-hentikan, Kuro. Meski aku yang menang, aku akan tetap memberimu makan…! Jangan bertingkah menggemaskan seperti itu!”

“Peliharan itu adalah milik tuannya! Kalau aku tidak bisa makan apapun, aku akan merebut makanannya Kuro. Camkan itu baik-baik!”

“Dasar kejam!”

“Winner, Megumin!”

Ucap Arue sambil mengangkat tangan kananku.

———————————

BAGIAN KETUJUH

“Beberapa hari yang lalu, bapak menyeret para hikikomori… maksudnya, orang-orang pemberani yang memiliki waktu luang untuk mengalahkan monster yang ada di sekitar desa. Kalian seharusnya tahu ‘kan? Berkat hal itu, saat ini tidak ada lagi monster kuat di dekat desa ini. Bapak mengabaikan monster-monster yang lemah dan hanya mengalahkan monster yang kuat saja. Pelajaran hari ini adalah pertarungan lapangan. Di tempat yang cukup aman di dekat desa, kita akan menggunakan cara tradisional Klan Iblis Merah untuk menaikkan level kita. Kalian semua, cepat berkumpul di lapangan! Bentuk 3 kelompok yang berisikan 3 orang dan 1 kelompok yang berisikan 2 orang! Cepat!”

Setelah melakukan absensi, guru kami menjelaskan pelajaran hari ini lalu pergi dari ruangan kelas. Kelas pun seketika riuh.

Para murid saling berkumpul tergantung seberapa dekat mereka dengan murid yang lain. Yunyun masih duduk di kursinya, mencuri pandangan ke arahku.

“Ada apa? Orang yang mengaku sebagai rivalku, Yunyun.”

“Mengaku sebagai rival!? Tidak, itu ‘kan… memang benar sih… Pak guru menyuruh kita membuat kelompok…”

“Iya. Kita harus membuat kelompok. Terus?”

Aku sengaja berbicara dengan nada seperti orang yang tidak terlalu dekat dengan Yunyun. Yunyun menjadi gugup karenanya.

……Dasar.

Seperti biasa, dia tidak bisa memaksakan dirinya untuk mengajak orang lain berkelompok dengannya.

Yah, aku memakan sarapannya sih, jadi aku memutuskan kali ini aku yang akan mengajaknya.

“Megumin. Kalau kamu belum punya kelompok, mau berkelompok denganku?”

Aku mau mendekati Yunyun, tapi Arue tiba-tiba saja mendekatiku.

Kalau tidak salah kita bisa membuat kelompok yang berisikan 3 orang.

“Ok, aku akan berkelompok denganmu.”

“!?”

Yunyun yang mendengarkan obrolan kami langsung kebingungan dan merasa tidak nyaman.

Arue dan aku berbalik, melirik ke arah Yunyun.

‘Tak lama kemudian, Yunyun melirik ke arah kami, dan dengan gugupnya berkata:

“U-um, Megumin, aku juga-”

Sesaat sebelum dia selesai berbicara

“Yunyun, mau sekelompok dengan kami tidak?”

“Oh, benar juga. Kamu selalu ditinggal sendirian ‘kan? Ikutan saja sama kami.”

Funifura dan Dodonko mengajak Yunyun ikut kelompok mereka.

Mereka berdua berjalan ke meja Yunyun sambil tersenyum.

“Eh… Tapi…”

Setelah diajak oleh mereka, Yunyun melirik ke arahku, seakan dia tidak yakin apa yang harus dia lakukan.

“Ayo, Yunyun. Kita teman sekelas ‘kan?”

“Iya. Kita itu teman ‘kan?”

“!? Te-tem… I-iya yah… kalau begitu…”

Kata ‘teman’ langsung membuat Yunyun tersipu dan berdiri dari kursinya.

Mudah sekali dia tergoda, selalu tidak yakin dengan dirinya sendiri.

Sudah kuduga, Yunyun akan tertipu oleh cowok tidak baik nantinya.

Yunyun nampak tidak enak meninggalkanku, tapi Funifura mendorongnya keluar kelas.

———————————–

BAGIAN KEDELAPAN

Dengan jubahnya yang berkibas diterpa angin, guru kami menjelaskan apa yang harus kami lakukan saat berada di lapangan.

“Semuanya sudah berkumpul! Kalau kalian memiliki senjata, gunakanlah senjata kalian sendiri. Mereka yang tidak punya bisa menggunakan ini untuk melakukan serangan pamungkas pada monster!”

Ucap guru kami sambil menunjuk ke arah tumpukan benda-benda.

Ada tumpukan senjata yang berbeda-beda jenisnya. Harus aku katakan kalau kebanyakan di antaranya…

“Pa-pak guru! Senjatanya terlalu besar! Kami mungkin tidak akan bisa membawanya…”

Ya, semua senjatanya berukuran besar.

Pedang besarnya lebih tinggi dari Arue. Kepala kapaknya lebih lebar dari tubuhku.

Bola besi yang ada di atas gada berduri terlihat sangat berat, rasanya bahkan ogre pun tidak akan bisa mengangkatnya…

Guru kami mengangkat pedang besar itu dengan mudahnya.

Secara fisik guru kami itu lemah dan kurus, tapi dia bisa mengangkatnya hanya dengan satu tangan…!

“Triknya adalah untuk menyebarkan mana ke seluruh bagian tubuh kalian. Cara ini bisa memperkuat tubuh anggota Klan Iblis Merah selama beberapa saat. Setelah pelajaran yang sebelumnya, kalian seharusnya sudah bisa melakukan teknik dasarnya. Selama ada niat, kalian akan bisa melakukannya dengan sendirinya!”

Setelah mendengar perkataan guru kami, Arue melangkah ke depan.

Kemudian…

“…Kekuatan sihirku! Mengalirlah di dalam darahku dan berikanlah kekuatan pada tubuhku!”

Arue berteriak, dan dengan satu tangan dia mengangkat pedang besar yang lebih panjang dari tinggi badannya!

“OH!” x3

“EH!? He-hebat sekali…! Meski kelihatan hebat, apa kami benar-benar memerlukan pedang itu?”

Murid lain mengabaikan omongan Yunyun dan langsung berlari mengambil senjata yang ada.

“Senjata ini tidak tergores sedikitpun meski setelah menerima kekuatan sihirku…! Aku akan memberikan nama untukmu! Ya, mulai sekarang, namamu adalah…!”

Seseorang mengangkat kapak besar dengan kedua tangannya, lalu memberi nama pada senjata itu.

“Ha! …Hmm, pedang ini boleh juga, bisa menahan tebasanku. Baiklah, aku percayakan nyawaku padamu…!”

Seseorang yang lain mengayunkan pedang panjang dengan senyum yang tak kenal takut tergambar di wajahnya.

Sambil memperhatikan yang lain, aku memilih sebuah kapak besar.

Dengan jumlah mana-ku, aku seharusnya bisa melakukannya juga…!

“……Kuh, mana-nya belum cukup…! Terbakarlah, kekuatan sihirku…! Berikanlah aku kekuatan dan berkah…!”

Aku menggenggam pegangan kapak, bergelut sambil berusaha mengangkatnya.

Mustahil, mana-ku tidak cukup!

Aku adalah orang paling jenius di Klan Iblis Merah! Aku seharusnya bisa melakukan hal mudah seperti ini…!

Aku mengeritkan gigiku lalu berusaha mengangkat kapak ini. Yunyun yang ada di sampingku kemudian berkata:

“Pa-pak guru, senjata-senjata ini palsu ‘kan…? Senjata ini dibuat dengan kayu yang dilapisi besi, sehingga beratnya cukup ringan…”

“Yunyun, dikurangi 5 poin.”

“Eh!? Lho- Pak guru!”

Aku membuang kapak berat itu dan mengambil pedang kayu yang paling kecil.

—Hutan lebat di luar desa.

Kami berbaris di belakang guru kami. Masing-masing di antara kami memegang senjata yang kami sukai.

Semua senjata yang ada tumpul, kecuali senjata sungguhan yang ada di tangan Yunyun.

Sebuah belati perak yang beberapa hari yang lalu dia beli.

“Ok! Dengar  baik-baik. Seperti yang bapak katakan sebelumnya, monster-monster kuat sudah dikalahkan beberapa hari yang lalu. Yang berarti, yang tersisa hanya monster lemah, meski begitu kalian tidak boleh bertindak gegabah. Bapak akan menggunakan sihir untuk membuat mereka tidak bisa bergerak, kemudian kalian akan memberikan serangan pamungkas untuk membunuh monster itu.”

Ucap guru kami yang memegang sebuah pedang yang penuh hiasan.

“Bapak pikir dengan begini seharusnya tidak akan terjadi masalah, tapi kalau terjadi keadaan darurat, panggil bapak sekeras mungkin. Nah, mulai berpencar!”

Setelah mengatakan itu guru kami pun pergi ke suatu tempat.

Teman-teman sekelasku mulai berpencar kesana-kemari.

—Dan, saat itu.

“Freeze Bind!”

Aku mendengar suara dari arah guru kami pergi.

Arue dan aku berlari ke arah suara itu, lalu kami menemukan…

“Oh…” x2

Meski sudah tua, dia tetaplah guru yang mengajari sihir di Klan Iblis Merah.

Tubuh seekor kadal besar membeku dari ujung ekor sampai lehernya. Kadal itu mengeluarkan erangan kecil. Pasti guru kami yang melakukan hal ini.

“Freeze Bind!”

Kami kembali mendengar suara guru kami dari kejauhan.

Dengan penuh semangat guru kami membuat monster-monster yang ada di dekat sini menjadi tidak bisa bergerak.

Arue dan aku saling bertatapan.

“Boleh aku duluan yang melakukannya?”

Aku mengangguk, mengiyakan pertanyaannya.

Arue mengangkat pedang besarnya dengan kedua tangannya.

“Biarlah nyawamu menjadi sumber kekuatanku!”

Pedang besar itu menebas kepala kadal tersebut. Kadal yang membeku itu sempat mengerang tetapi langsung tidak bergerak, terkapar di tanah.

Arue memeriksa kartu petualangnya, lalu mengangguk penuh rasa puas.

Sepertinya dia naik level.

Sihir Peledak yang aku ingin pelajari masih memerlukan 4 skill point.

Kalau aku terus berburu monster, mungkin aku akan bisa mempelajari sihir itu hari ini!

Aku memperhatikan sekelilingku, mencari monster kecil yang bisa aku jadikan experience point. Tiba-tiba saja, aku melihat sebuah kelompok yang sedang meributkan sesuatu di depan kelinci bertanduk. Tubuh kelinci itu membeku dari ujung ekor sampai lehernya.

Yunnyun memegang belatinya, berhadapan dengan kelinci bertanduk itu tanpa bergerak sedikitpun.

Sepertinya dia tidak bisa bertindak kejam dan membunuh kelinci itu, yang sedang menatap ke arahnya dengan mata sedih dan mengerang seakan meminta pertolongan.

“Yu-Yunyun, cepat bunuh kelinci itu! Kita harus segera mencari monster yang lain!”

“I-iya, Yunyun ‘kan murid dengan hasil terbaik no.2. Kamu seharusnya jadi panutan untuk kita.”

Dua anggota kelompoknya yang lain terus menekan Yunyun yang tidak tahu apa yang harus dia lakukan dengan belatinya.

“Ma-maaf, saat aku melihat matanya…! Maaf, aku tidak bisa!”

Yunyun menggelengkan kepalanya sambil menitikkan air mata. Dia menyerahkan belatinya kepada kedua anggota kelompoknya, tapi di antara mereka tidak ada yang mau mengambilnya.

“Jangan berkata egois seperti itu di situasi genting seperti ini! Kita, Klan Iblis Merah bukan golongan orang yang lemah! Kalau terus begini, yang lainnya akan memandang rendah kita!”

“I-i-iya tuh! Kelinci itu ‘kan tidak bisa bergerak, jadi pasti gampang. Tunjukkan kekuatan si nomor 2! Serang kelinci itu…!”

“Kalau begitu, coba kamu saja yang menyerang kelinci itu!”

Aku berdiri di belakang Dodonko yang memojokkan Yunyun. Aku mendorong tubuhnya ke depan.

“Eh!? Tung-!”

Aku merampas belati yang Yunyun pegang lalu memaksa Dodonko untuk menggenggamnya. Dia langsung berteriak.

Aku memeluk Dodonko dari belakang lalu menuntunnya yang masih terkejut.

Kemudian…

“Nah, Dodonko, bunuh kelinci itu! Ubahlah kelinci bermata besar yang begitu menyedihkan ini menjadi experience point!”

“Tunggu! Hei, tunggu dulu! Kumohon, hentikan ini, Megumin! Aku menyerah!”

“Kenapa kamu ragu? Biarlah kelinci tak berdosa ini menjadi kekuatanmu…! Jangan perdulikan Yunyun si nomor 2. Biarkan aku, si nomor 1, yang akan menuntunmu…!”

“Tunggu! Hentikan, kumohon hentkan! Kalau kamu mendorongku lebih jauh lagi, belati ini akan menusuknya! Mengerang! Kelincinya mengerang!”

“Megumin, hentikan! Dodonko sampai menangis! Hentikan!”

Di saat itu, saat Funifura dan Dodonko nampak begitu kacau.

“……Hei, kalian semua berhenti melakukan itu. Monster yang berbahaya datang.”

Arue menunjuk ke arah hutan, memperingati kami.

Kami melirik ke arah jari telunjuk Arue dan melihat seekor monster.

Monster itu memiliki tubuh seperti manusia, dengan cakar tajam di kedua tangannya. Tubuhnya nampak tebal diselimuti oleh bulu hitam, dia juga memiliki sepasang sayap kelelawar.

Kepalanya yang seperti reptil memiliki paruh. Monster itu terus memperhatikan sekelilingnya.

Monster itu nampaknya kuat, tapi yang lebih penting lagi, monster itu tidak dibekukan.

Kami sebaiknya melarikan diri dan mencari guru kami…

—Monster itu melihat ke arah kami saat kami berusaha menyelinap pergi.

——————————

BAGIAN KESEMBILAN

“Pakgurupakgurupakgurupakguruuuuuu!!” x2

Funifura dan Dodonko berteriak sambil berlari tunggang-langgang.

“Megumin, apa kamu tahu monster apa itu? Sepertinya dia mengincarmu.”

“Mana aku tahu? Mungkin saja dia itu salah satu pasukan raja iblis. Dia takut akan kekuatanku… Lagipula, kenapa monster itu mengejarku!?”

“Ini pasti balasan karena Megumin selalu berbuat jahat! Beberapa hari yang lalu, aku melihatmu mencuri makanan persembahan yang diletakkan di depan altar Eris!”

Ucap Arue dan Yunyun yang berlari di sampingku, sementara monster itu masih mengejar kami.

Entah kenapa, monster terbang itu hanya mengejarku tanpa memperdulikkan murid yang lain.

Monster itu pasti sudah melihat murid yang lain. Aku merasa khawatir dengan apa yang Yunyun katakan. Mungkin ini memang balasan atas perbuatan burukku.

Arue dan aku sudah membuang senjata yang membebani kami.

Kelompok lain sepertinya sudah menyadari situasi kami, sayangnya tidak ada murid yang bisa menggunakan sihir!

Aku merasakan sesuatu yang bergerak di punggungku.

Ternyata Kuro yang menancapkan cakarnya di punggungku supaya dia tidak terjatuh.

—Waktunya rencana nekat!

Aku mengambil Kuro lalu mengangkatnya ke arah monster…

“Tidak ada pilihan lain. Aku akan mempersembahkan bola berbulu ini padamu! Bagaimana? Pasti lebih enak dibandingkan denganku! Adikku saja ingin memakan bola berbulu ini!”

“Kamu itu benar-benar seorang murid papan atas yah, sampai-sampai memikirkan cara seperti itu!”

“Megumin tidak punya perasaan! Kamu itu dikejar monster karena kamu selalu melakukan hal seperti ini!”

Bahkan setelah diceramahi oleh Yunyun, aku tetap mengangkat Kuro tinggi-tinggi. Monster itu berputar-putar di langit, perlahan turun di depan kami.

Meski tampangnya mengerikan, sepertinya dia tidak berniat jahat.

Funifura dan Dodonko sudah melarikan diri. Aku berhadapan dengan monster ini, sementara murid lain menonton dari kejauhan.

Tanpa berkata sepatah kata pun, Yunyun berdiri di depanku.

Dia menggenggam belatinya dengan kedua tangannya. Belati perak itu bersinar.

Dia melindungi Arue dan aku yang ada di belakangnya, menghadapi monster itu sendirian.

Hanya Yunyun yang memiliki senjata sungguhan.

Sepertinya si pengecut yang tidak berani membunuh seekor kelinci ini ingin melindungi kami.

Di sampingku, Arue melihat kartu petualangnya.

Mungkin dia berpikir untuk mempelajari sihir di saat ini.

……Aku sudah bisa mempelajari sihir tingkat lanjut. Tapi, kalau aku melakukannya, aku harus memupus impianku untuk mempelajari sihir peledak…

Tapi, Yunyun yang biasanya pengecut saja bisa menjadi pemberani. Aku tidak bisa terus tertinggal…!

“Petir kegelapan, sambarlah musuhku! Cursed Lightning!”

Setelah mantra yang diucapkan dengan lantangnya, sebuah serangan petir berwarna hitam menusuk jantung monster itu sampai menembus tubuhnya.

Tanpa sempat berteriak, monster itu tumbang. Aku melihat ke arah suara mantra tadi. Guru kami berlari ke arah kami, dia masih memegang pedang besar.

Guru kami, yang biasanya seperti orang yang punya sedikit masalah dengan otaknya, saat ini nampak sangat bisa diandalkan dan keren.

—Murid yang pergi mencari guru kami berkata:

“Pak guru, mantra bapak sudah selesai sejak dari tadi, kenapa bapak menunggu sampai detik-detik terakhir untuk melepas sihirnya!?”

“? Tentu saja untuk membuat kedatanganku sekeren mungkin!”

…..Sama sekali tidak. Isi kepala guru ini benar-benar kosong.

——————————

BAGIAN KESEPULUH

“Kamu sudah dengar belum? Monster yang menyerang Megumin itu belum pernah muncul di sekitar desa sebelumnya. Seharusnya tidak ada monster yang bisa terbang di dekat desa.”

Karena tiba-tiba saja diganggu oleh kehadiran monster, latihan lapangan kami dibatalkan. Kami kembali ke sekolah lebih awal. Gosip ini langsung menyebar dengan cepat di kelas.

Aku mendengarkan obrolan mereka sambil bermain dengan ekor Kuro yang sedang duduk di atas meja. Kemudian, guru kami yang nampak kelelahan masuk ke dalam kelas.

Guru kami berdiri di atas podium dengan wajah lesu.

“Dengar. Bapak sebelumnya pernah bilang kalau tidak lama lagi segel Makam Dewa Jahat akan terlepas. Setelah melakukan investigasi, monster yang muncul saat latihan lapangan pagi tadi kemungkinan besar adalah anak buah dewa jahat itu. Kami sedang mencari pecahan segelnya, tetapi sayangnya sampai saat ini kami masih belum bisa menemukannya. Masalah ini harus segera diselesaikan. Bapak akan kembali dikirim untuk melanjutkan perburuan monster… Karenanya, semua pelajaran di jam siang akan dibatalkan. Bapak ulangi lagi, sampai makam itu kembali tersegel, kalian tidak boleh pulang sendirian.”

Setelah guru kami mengumumkan hal itu, dia pergi dari kelas.

Aku tidak tahu dewa jahat itu seperti apa, tapi sepertinya dia orang yang jago membuat masalah.

“Megumin… I-itu… Ha-hari ini…”

Yunyun ingin mengatakan sesuatu sambil sesekali melirik ke arahku.

Dasar, kenapa dia tidak langsung saja mengajakku pulang bersama?

“……Yunyun, ayo-”

“Hei, Yunyun, kita pulang sama-sama yuk! Ada yang pengen aku omongin sama kamu! Selain itu, aku mau minta maaf soalnya pas pelajaran tadi aku ninggalin kamu gitu aja!”

Funifura tiba-tiba saja memotong omonganku.

“EH!? Ah…… I-iya, tentu.”

Yunyun yang tidak bisa menolak hanya bisa menerima ajakan Funifura, dia menganggukan kepalanya.

Kalau ada orang tidak dikenal memohon padanya sambil berlutut, kemungkinan besar dia akan meladeni orang itu.

“Emm, sa-sampai nanti, Megumin. Sampai jumpa besok…”

Yunyun nampak gelisah dan agak kesepian, meski begitu dia tetap mengikuti kedua orang itu, pulang bersama mereka.

……

Bagus sih, Yunyun yang kesepian bisa berteman.

Meski itu hal yang bagus, tetap saja…

Aku merasakan keberadaan seseorang di belakangku. Arue mengatakan sesuatu:

“……NTR.”

“Ngomong kek gitu lagi, gue hajar dada semangka lu itu!”

—————————

BAGIAN KESEBELAS

—Keesokan harinya.

Aku membawa Kuro yang terus-terusan menempel padaku lalu berjalan masuk ke dalam kelas. Kucing tidak tahu malu ini hanya terus menempel di pundakku.

“Ah, pagi, Megumin… Kuro juga, pagi.”

Biasanya, Yunyun akan menantangku dengan penuh semangat segera setelah dia melihatku, tapi hari ini dia hanya memberi salam padaku.

“Pagi… Kamu kenapa? Biasanya kalau kamu melihatku, kamu akan langsung mencegatku seperti seorang bandit.”

“Aku bukan orang tidak tahu aturan seperti itu! Meski memang seperti itu sih, tapi cara kamu mengatakannya… misalnya, rival yang saling menantang…”

Dua orang mendekati Yunyun yang tergambar keraguan di wajahnya.

Funifura dan Dodonko.

“Pagi, Yunyun! Makasih banyak yah buat kemarin! Di saat-saat kritis baru ketahuan siapa teman yang sesungguhnya!”

“Iya, makasih yah! Yunyun memang hebat!”

“Ah, u-umm… A-aku juga merasa senang kalau bisa membantu temanku.”

Yunyun tersenyum seakan cahaya memancar dari wajahnya.

……Apa yang sudah terjadi?

“Semuanya, duduk di kursi kalian masing-masing. Bapak akan mulai mengabsen!”

Guru kami sudah ada di kelas saat aku mulai berpikir apakah aku harus menanyakan kepada Yunyun tentang hal itu.

—Setelah selesai melakukan absensi, guru kami mulai menuliskan mantra sihir di atas papan tulis dengan wajah serius.

Mempelajari sihir bukan hanya soal mendapatkan skill point.

Pertama-tama, kita harus mengingat semua mantra untuk melakukan sihir yang kita inginkan.

Tidak banyak mantra yang perlu diingat untuk sihir tingkat dasar, selain itu pengucapan mantranya pun tidak memakan waktu lama. Tetapi, sihir tingkat lanjut berbeda, perlu usaha keras untuk bisa mempelajarinya.

Tapi, sebagai murid papan atas, aku sudah mengingat semua mantra yang ada.

Yunyun, murid nomor 2 yang membosankan yang duduk di sampingku, juga mungkin sudah mempelajarinya.

Karena aku gak ada kerjaan, aku memutuskan untuk mengusik Yunyun.

“Kemarin kamu ngapain sama Funifura?”

Aku merobek pojok buku catatanku lalu menulis pertanyaanku. Aku membuntalnya menjadi bola kecil lalu melemparnya ke meja Yunyun.

Yunyun menyadarinya lalu membaca pesanku…

“Ini rahasia antar teman, jadi aku tidak bisa memberitahu rivalku, Megumin, soal hal ini.”

Itulah isi jawaban yang Yunyun lempar ke mejaku.

……Aku jadi kesal.

“Anak kesepian yang baru beberapa hari punya teman langsung jadi angkuh yah.”

Aku melempar apa yang aku tulis.

“Megumin sendiri, meski kamu bilang aku ini anak kesepian, kamu sendiri selalu menyendiri.”

Itulah jawaban yang aku terima.

Aku langsung menatap Yunyun, lalu dia membalas tatapanku dengan wajah penuh rasa puas.

……

“Karena sekarang kamu sudah punya teman… Kamu tidak akan menantangku lagi ‘kan? Meski aku senang kamu bisa berteman dengan orang lain, entah kenapa aku merasa kesepian…”

“Lho kok, tunggu dulu! Aku minta maaf. Maafin aku yah? Aku menantangmu bukan karena hal seperti itu! Soalnya banyak hal yang terjadi kemarin, aku sedang tidak ingin menantangmu saja…!”

“Gak apa, gak masalah kok. Lagipula, meski aku selalu mengeluh, bertanding dengan Yunyun setiap pagi membuatku bahagia. Dan bukan karena aku bisa mendapatkan makanan gratis.”

“Kamu salah paham! Sungguh, bukan itu maksudku! Aku juga merasa senang saat bertanding dengan Megumin. Aku juga senang bisa membuat makanan setiap hari…!”

“……Aku sudah senang kamu berkata seperti itu padaku. Kalau saja kita bukan rival, aku yakin kita bisa menjadi teman yang baik.”

……

Aku melempar pesan itu dan tiba-tiba saja Yunyun berhenti membalas pesanku.

Aku melirik kearah Yunyun. Dia nampak malu, tidak menggerakkan pensil yang ada di genggamannya.

Aku memperhatikan sesuatu yang ada di dekat tangan Yunyun.

“Suatu hari nanti, aku ingin bisa… berteman dengan Megumin”

Dia berhenti menulis setelah kalimat itu.

Melihat ekspresi Yunyun, aku menulis pesan lain di atas kertas, menggulungnya, lalu melemparnya pada Yunyun.

Yunyun yang wajahnya memerah melihat kertas itu, menengadahkan kepalanya.

Ekspresinya penuh dengan ekspektasi dan matanya berlinang air mata. Tapi, setelah dia membuka kertas itu…!

“……Kamu kira aku akan mengatakan hal seperti itu? Dasar bodoh!”

—Yunyun menendang kursinya, berdiri, dan dengan air mata di matanya, menghajarku.

—————————-

BAGIAN KEDUA BELAS

Di lapangan depan sekolah, Yunyun dan aku sedang mengobrol.

“……Dasar, kenapa sih anak ini gak bisa diajak bercanda dikit aja?”

“Itu sih sudah kelewatan! Aku tidak akan memaafkanmu! Tidak akan!”

Karena Yunyun menangis dan menghajarku, kami berdua dihukum untuk berdiri di koridor selama pelajaran berlangsung. Sekarang, kami sedang melakukan latihan bertarung sebagai bagian dari mata pelajaran olahraga.

“Kalian berdua berisik! Apa kalian mau dihukum lagi di pelajaran ini? Meski kalian sudah menghapal semua mantra, kalian seharusnya tidak membuat keributan di dalam kelas. Kalian berdua bapak kurangi nilainya 20 poin! Pelajaran kali ini adalah latihan bertarung. Tapi, latihan kali ini sedikit berbeda… Kalian berdua yang daritadi saling menatap satu sama lain! Bapak tanya kalian berdua, apa hal paling penting kalau kalian ingin bertahan dalam pertarungan hingga akhir?”

Setelah mendengar pertanyaannya, Yunyun berjalan kedepan.

Aku bisa merasakan kalau dia memperhatikanku.

“Kawan! Selama kita memiliki kawan, kemungkinan kita untuk bertahan akan meningkat! Terkecuali kawan yang tidak punya otak yang tidak mengerti kalau ada beberapa hal yang seharusnya tidak dijadikan bahan candaan!”

…A-anak ini…!

“Hmph… kalau begitu, Megumin! apa hal paling penting kalau kau ingin bertahan dalam pertarungan hingga akhir?”

“Kekuatan penghancur! Kekuatan penghancur teramat dahsyat yang bisa meluluhlantakkan si gadis kesepian yang terus ngomongin soal kawan. Kekuatan! Kekuatan yang merajai segalanya! Daripada bersikap segan saat ingin mendapatkan kawan atau teman, lebih baik menjadi seorang penyihir solo yang bisa berdiri tinggi!”

“Ugghhh…..!”

Yunyun yang matanya basah karena air mata menatap tajam ke arahku.

Guru kami mulai menilai jawaban kami, sesekali kepalanya mengangguk.

“Pak guru, berapa poin yang kami dapat?” x2

“Kalian berdua mendapatkan 3 poin. Mengecewakan! Bapak benar-benar kecewa pada kalian berdua! Kalian berdua, berdiri di sisi lapangan dan perhatikan pelajaran! …Cuih!”

Guru ini baru saja meludah!

Guru ini membuatku kesal, bahkan lebih mengesalkan dibanding Yunyun.

Guru kami mengabaikan kami, yang gemetar karena rasa tidak puas di lapangan.

“Arue! Kau pasti mengerti! Kau, yang berbeda dengan anggota Klan Iblis Merah palsu itu yang hanya punya modal hasil ulangan saja!”

Anggota Klan Iblis Merah palsu!?

Yunyun dan aku menegapkan badan kami sambil mengernyitkan gigi.

Tidak lama setelah dipanggil oleh guru, Arue berjalan ke depan.

Dia melepas penutup matanya—

“Kata-kata pembuka sebelum pertarungan. Selama kata-kata kita bagus, meski senjata yang kita miliki hanya sebuah lobak dan dalam pertarungan satu melawan sejuta, kita tidak akan runtuh. Begitu pula sebaliknya, sekuat apapun sang raja iblis, kalau dia membuat ancaman seperti ‘akan kutunjukan padamu seperti apa rasanya neraka!’ atau ‘kemungkinan kau menang hanya 0,1%,’ maka dia akan kalah dengan mudahnya.”

“100 poin! Kau juga mendapatkan ramuan penambah skill point! Apa kalian sudah mengingat ‘Kumpulan Kutipan Terkenal yang Akan Menjagamu tetap Hidup’ tradisional Klan Iblis Merah? Kalau begitu, berpasanganlah dengan seseorang dan mulai berlatih!”

Setelah mendengar instruksi guru, semua murid mulai berpasangan.

Tapi, murid di kelas kami ada 11 orang.

Biasanya, aku akan membolos dari pelajaran olahraga, sehingga jumlah orangnya akan genap. Tapi, hari ini aku sedang tidak ingin membolos.

Aku berdiri lalu berkata pada Yunyun yang duduk di sampingku.

“……Yunyun, ayo kita berpasangan. Funifura dan Dodonko, mereka berdua kemungkinan sudah berpasangan. Kalau terus begini, kamu akan tertinggal sendirian ‘kan?”

“……Baiklah, Megumin. Kita akan berpasangan, tapi jangan kira masalah kita akan usai hanya dengan berlatih berbicara!”

Sepertinya pikiran kami sama.

“Pak, aku tidak punya pasangan. Boleh aku berpasangan dengan bapak?”

“Oh, tidak masalah… Kalau begitu, pelajaran dimulai!”

—Di antara teman sekelas kami yang membuat perkenalan diri dengan hebatnya, hanya Yunyun dan aku yang diam-diam saling berusaha menjatuhkan satu sama lain.

“Akhirnya, waktunya untuk mengakhiri semua ini telah tiba. Pada akhirnya yang rajinlah yang akan mendapatkan kemenangan. Aku selalu percaya itu. Meski aku terlahir di keluarga miskin, aku terus melaju selangkah demi selangkah… aku tidak akan kalah oleh orang yang terlahir sebagai putri kepala klan dan menerima pembelajaran kelas atas tanpa perlu banyak berusaha! Akan aku buktikan, kemenangan tidak bergantung pada bakat alami, tapi kegigihan!”

“Meski aku belum pernah mengalahkanmu… tapi, meski kemungkinan aku menang kecil… selama masih ada kesempatan, aku tidak akan pernah menyerah!”

Kedua belah pihak menyatakan tekad mereka masing-masing…

“……” x2

Kemudian, kami terdiam selama beberapa saat.

“……Hei! Licik sekali kamu, menggunakan kalimat seperti seorang tokoh utama sepeti itu! Rasanya aku seperti akan kalah saja! Bukannya dari tadi kamu terus ngomongin soal kawan? Gak nyambung sama apa yang kamu omongin barusan tahu!”

“Megumin juga! Sebelumnya, kamu terus ngomongin soal kekuatan penghancur, kalau begitu kamu seharusnya berbicara seperti seorang penjahat! Apa maksudmu soal orang yang rajin? Megumin sendiri yang pintar dari lahir! Kamu bahkan berbicara kasar tentang keluargaku! Itu terlalu licik!”

Menggunakan kata-kata sebelum pertarungan untuk meningkatkan kemungkinan untuk menang.

Rahasia tradisional Klan Iblis Merah ini tidak mempan pada sesama klan…!

“Menyebalkan sekali! Ini ‘kan latihan bertarung, jadi kita selesaikan saja semua ini dengan tangan kita sendiri! Tidak perlu pakai kata-kata aneh!”

Teriak Yunyun, dia yang mulai melakukan serangan!

Untuk menyempitkan pergerakanku, Yunyun menendang perutku.

Dia dengan tepatnya mengukur jarak kami, lalu memutar pinggangnya untuk…

“Meong!”

Mendengar suara yang berasal dari perutku itu, Yunyun menghentikan tendangannya.

Lebih tepatnya, suara itu berasal dari perut atau dari balik pakaianku?

Kuro yang menyelinap ke dalam pakaianku sedikit terkena tendangan Yunyun, membuatnya mengeong kesakitan.

“A… Ahh……”

Setelah menyadari apa yang dia lakukan, Yunyun langsung menjadi panik.

“Ada apa denganmu? Tiba-tiba panik seperti itu. Kalau kamu tidak akan menyerang, aku akan menyerangmu.”

“Tunggu, tunggu! Hei, tunggu dulu! Jangan taruh Kuro di dalam pakaianmu! Kalau begitu aku tidak akan bisa menyerangmu!”

Perlahan aku mendekati Yunyun, sementara Yunyun perlahan mundur karena merasa tidak enak.

“Yunyun terus ngomongin soal kawan. Apa yang sekarang akan Yunyun lakukan? Asal kamu tahu, kawan itu bukan hanya bisa membantu, terkadang mereka bisa dijadikan sandera, sebuah kelemahan! Tapi, aku akan menggunakan kekuatan penghancur yang teramat dahsyat untuk menghancurkan musuhku bersama dengan kawanku! Kalau kamu bisa menyerangku sekarang, serang saja! Itupun kalau kamu bisa dengan sadisnya menendang kucing yang kamu beri nama, maka tendanglah!”

“KAMU KELEWAT KEJEM!”

—————————————–

BAGIAN KETIGA BELAS

Setelah aku menang pada pertandingan kami yang sebelumnya, kami pulang bersama.

“Megumin, kamu tidak pernah bertanding serius denganku!”

“Tidak ada gunanya mengeluh setelah pertandingan. Yunyun itu gampang marah yah!”

Pada awalnya aku berniat pulang sendirian, tapi Yunyun menggunakan alasan tentang lepasnya segel makam dewa jahat supaya bisa pulang bersamaku. Pada akhirnya, kami saling cekcok.

“Lagipula, ini semua karena Yunyun tidak mau memberitahuku tentang apa yang kamu lakukan dengan mereka berdua. Aku ‘kan jadi penasaran, jadinya masalahnya makin runyam. Memangnya kalian melakukan sesuatu yang memalukan? Cerita dikit aja gak apa-apa kok.”

“Bu-bukan sesuatu yang memalukan kok! Tapi, maaf, mereka ingin aku merahasiakannya, jadi aku tidak bisa memberitahu siapapun! Aku harus menjaga rahasia temanku!”

Gadis ini benar-benar terlalu naif.

Aku yakin Yunyun akan tertipu oleh cowok tidak berguna nantinya.

Kalau begitu, aku harus melindunginya sampai saat itu.

“……Lupakan sajalah. Yunyun, aku tidak mau mengatakan hal buruk tentang temanmu, tapi mereka berdua tidak punya reputasi baik. Aku tidak terlalu tahu banyak sih, tapi berhati-hatilah.”

“Megumin terlalu curiga terhadap mereka. Kamu tinggal di lingkungan seperti apa sih sampai gampang curiga seperti itu?”

“Soalnya keluargaku punya banyak masalah, aku harus lebih waspada terhadap orang lain. Hidup sehari-hari saja sudah susah. Kalau aku sampai tertipu, seluruh keluargaku bisa-bisa harus tinggal di jalanan. Kata adikku, ada seorang penjual yang memuji item sihir penuh kelemahan yang dibuat ayahku.”

“Ka-kalau begitu sih… Yah, aku pun akan berpikir kalau itu penipuan…”

Yunyun pun mengakui kalau barang buatan ayahku itu tidak bagus, tapi itu hal yang wajar.

Contohnya, sebuah gulungan sihir yang akan menyinari sekelilingnya setelah dibaca.

Kedengarannya seperti benda yang praktis untuk digunakan, tapi bagaimana mau membaca gulungan itu di tempat gelap? Kalau ada cahaya sih, untuk apa juga menggunakan gulungan itu? Ayahku selalu saja membuat benda tidak jelas seperti itu.

Hidup mengikuti hobi sendiri bukan hal yang buruk, tapi setidaknya selesaikan dulu masalah kebutuhan sehari-hari.

……Yah, aku sendiri yang memutuskan untuk mempelajari sihir peledak yang tidak ada gunanya, tidak berhak untuk mengkritik orang lain sih.

Setelah kami sampai di rumahku—

“……Menurutku kamu tidak perlu gelisah meski kamu tidak memiliki teman. Mungkin saja akan ada orang yang benar-benar mengerti Yunyun.”

Aku mengatakannya pada Yunyun yang langsung terdiam, aku sudah siap untuk pulang…

Tetapi, saat aku mau pulang aku melihat seorang pria mencurigakan yang sedang mengendap-endap di depan rumahku.

“He-hei, Megumin, ada orang mencurigakan di depan rumahmu!”

“Sepertinya dia sedang melihat keadaan di dalam rumahku lewat jendela… Siapa penguntit itu… Hmm?”

Pria itu mengintip lewat jendela rumah kami.

Dia tetanggaku yang masih pengangguran, penerus toko sepatu, Bukkololy.

Kalau dia mau menemuiku, dia bisa saja langsung masuk tanpa perlu mengendap-endap seperti itu.

“Apa yang sedang kamu lakukan?”

“UWOH!? A-ahh, rupanya Megumin… Syukurlah, aku sudah menunggumu dari tadi. Sebenarnya, ada sesuatu yang mau aku bicarakan denganmu. Tapi, sekarang sudah terlalu sore… Besok ‘kan hari libur, artinya kamu tidak masuk sekolah ‘kan? Besok pagi… kalau bisa, Yunyun juga boleh ikut. Soalnya hal seperti ini memang harus dibicarakan dengan gadis muda.”

Ucap Bukkololy sambil menggaruk-garuk kepalanya. Yunyun dan aku saling bertatapan—

“—Aku pulang.”

“Selamat pulang, kak!”

Komekko berlari.

“Kamu lapar? Biar kakak memasakkan sesuatu untukmu yah.”

Ucapku sambil tersenyum, tapi Komekko menggelengkan kepalanya.

“Aku tidak lapar. Aku sudah makan banyak.”

……Makan banyak?

Seharusnya tidak ada makanan lebih di rumah.

Aku masuk ke dalam dapur, merasa bingung.

……Dan melihat betapa banyaknya makanan yang ada di sana. Aku langsung terdiam.

“Semua makanan ini berasal dari mana?”

Komekko menjawab dengan nada serius:

“Diriku bernama Komekko! Menjaga rumah ialah tugasku. Aku adalah adik gadis nakal nomor satu Klan Iblis Merah!”

Ucapnya sambil berpose.

Suatu hari nanti anak ini akan menjadi orang yang hebat.

——————————————

SELINGAN – BAGIAN KEDUA

—Komekko dan Hoost yang Agung—

“Oh, hari ini kau datang agak telat. Nah, lanjutkan menyelesaikan puzzle-nya.”

Seperti biasa, Hoost sedang duduk di depan Makam Dewa Jahat.

“Aku kira hanya ada satu puzzle dalam segel ini. Rupanya masih ada lagi… Hei, Komekko, segel nona Wolbach harus bisa terlepas hari ini. Akan kuserahkan padamu, Komekko.”

“Siap.”

Aku sudah menyelesaikan puzzle yang sebelumnya, lalu puzzle lain yang lebih sulit muncul di atas alas ini.

“Nih, aku membawakan banyak makanan enak. Pendeknya, aku berburu makhluk-makhluk yang ada di luar desa lalu memanggangnya. Soalnya aku tidak bisa memasuki desa untuk membeli bahan makanan. Jadi nikmati saja apa yang ada.”

“……Sruput.”

“……Kau boleh makan kalau sudah menyelesaikan puzzle-nya, ok? Ngomong-ngomong, kenapa kau sering datang kesini? Ke mana ibumu pergi? Apa kau tidak punya teman?”

“Ibu biasanya tidak ada di rumah. Tidak ada anak yang seumuran denganku di desa, jadi aku tidak punya teman. Dan karena aku tidak punya mainan di rumah, aku datang kesini untuk bermain.”

“……Begitu yah. Yah, sampai kau melepas segelnya, aku akan menemanimu dan mengobrol denganmu. Puzzle yang satu ini lebih sulit, jadi sepertinya akan butuh waktu yang lebih lama untuk menyelesaikannya. Penduduk desa juga sepertinya menjadi lebih waspada, sehingga aku tidak bisa datang ke sini setiap hari. Tapi, kalau aku datang kesini, aku pasti akan membawakanmu makanan.”

Hoost kemudian berkata sambil melihat tanganku…

“Belum ada kemajuan?”

“Iya.”

Hoost melihat kearahku, aku menelan ludahku, lalu dia berkata:

“……Kau mau makan?”

“……Iya.”

Sepertinya dia sadar kalau aku melirik-lirik ke arah daging panggangnya. Hoost tersenyum jahat, lalu berkata:

“Bagi iblis, kontrak adalah sesuatu yang harus dijaga. Aku sudah pernah mengatakan ini, tapi kau harus mengerjakan puzzle-nya dulu, baru kau boleh memakan makanan ini.”

Aku berhenti memindahkan pecahan puzzle dan menatap ke arah Hoost.

“Hoost keren sekali.”

“Meski kau memujiku, aku tidak akan memberikan makanan ini padamu.”

“……Aku belum makan selama tiga hari.”

“Kemarin kau baru saja makan hasil buruanku! Tidak ada gunanya, mau kau memohon padaku sambil menangis sekalipun.”

“Aku adalah Arch Wizard yang suatu hari nanti akan melampaui kakakku. Sebaiknya kau tidak membuatku kesal…”

“Dari mana bocah sepertimu belajar kata-kata seperti itu? Kau tidak akan bisa mengancam Iblis.”

Ucap Hoost sambil tertawa.

“……Aku tidak bisa berpikir jernih karena lapar, jadi kumohon beri aku makanan. Aku mohon, Hoost yang Agung.”

“Hahh! Dasar, sepertinya aku tidak punya pilihan lain! Nih, cepat makan, Komekko!”

Meski makanan yang Hoost buru tidak memakai bumbu apapun, rasanya tetap enak.

Setelah aku memakan daging yang berukuran besar, dia berkata:

“Nah, dengan begini sudah jelas siapa tuannya dan siapa budaknya. Sekarang kau sudah kenyang, jadi menurutlah dan dengarkan perkataan Hoost yang Agung ini. Selesaikan segel puzzle-nya.”

“……Aku terlalu kenyang. Mau tidur.”

“Anak ini—! Jangan main-main kau! Barusan kau makan dengan lahap seperti itu, tapi kau masih bisa seenaknya tidak mau menuruti perintahku! Hei, Komekko!”

“Aku makan terlalu banyak, aku jadi malas gerak.”

“…A-aku mohon, jangan malas seperti itu, nona Komekko.”

“Heh, dasar, sepertinya aku tidak punya pilihan lain!”

“Me-meski aku baru saja mengatakan hal yang sama seperti itu, kau seharusnya tidak meniru ucapan orang lain!”