Vol.1 Ch.4 Sesuatu yang Tertidur di Desa Klan Iblis Merah

BAGIAN PERTAMA

Bukkololy yang patah hati pulang ke rumahnya dan tidak mau pergi keluar selama tiga hari.

Aku kira tidak akan ada kejadian lain selain hal ini, tetapi…

—Belakangan ini Yunyun bersikap aneh.

“Selamat pagi, Megumin. Ini untukmu.”

Yunyun memberikanku sebuah kotak bekal saat aku masuk ke dalam kelas.

Aku tidak mengira dia akan melakukan hal ini sehingga aku tidak tahu harus bersikap seperti apa.

Aku hanya menerima kotak bekalnya, lalu memaksakan diri untuk mengatakan sesuatu.

“Ada apa? Apa kamu jatuh cinta padaku? Tiba-tiba saja sifatmu berubah seperti ini. Kamu jadi bersikap seperti seorang istri yang baru saja menikah, aku jadi merasa…”

“Istri apanya!? Hei, kamu bicara apa sih!? Aku tidak berniat untuk menantangmu hari ini, aku cuma mau memberikan kotak bekal itu padamu! Dengan kata lain, ‘aku sudah memberikan kotak bekal ini padamu, jadi jangan meminta lagi padaku!’ Mengerti?”

……Eh?

“Caramu mengatakannya seperti menganggap kalau aku itu orang jahat yang akan berlaku curang padamu supaya aku bisa mendapatkan kotak bekalmu bagaimanapun caranya.”

“Megumin memang orang jahat— tapi, karena aku setiap hari selalu mengganggumu, aku juga tidak ada bedanya sih.”

Yunyun berkata dengan terus terang. Selagi aku berpikir bagaimana aku harus menghadapi sikapnya yang seperti ini, wali kelas kami sudah masuk ke dalam kelas.

Ruangan kelas yang tadinya gaduh langsung tenang. Wali kelas kami berjalan ke atas podium.

“Selamat pagi. Bapak dengar monster yang muncul beberapa hari lalu, yang diduga merupakan anak buah dewa jahat, muncul di desa Klan Iblis Merah. Situasi ini membuat kita perlu lebih waspada.”

Setelah mendengar ucapannya, kelas kembali gaduh.

Selain monster yang mirip dengan Beruang Sekali Hantam, monster biasa akan langsung kabur bila melihat sosok seorang anggota Klan Iblis Merah.

Bila ada monster yang berani memasuki desa itu jelas hal yang aneh.

“Maka dari itu, meski persiapannya masih belum matang, kami memutuskan untuk mengutus lebih banyak orang dan memaksa penyegelan. Ritualnya akan berlangsung mulai dari besok sore sampai pagi lusa. Bila gagal, desa Klan Iblis Merah akan diserang oleh anak buah dewa jahat— Tentunya, kita memiliki cara kita sendiri untuk mengurusi hal tersebut. Bila ritualnya sudah di mulai, jangan berkeliaran kemana-mana, cukup diam di dalam rumah kalian masing-masing.”

Wali kelas kami yang biasanya tidak berguna menunjukan ekspresi serius yang jarang dia perlihatkan.

Aku tidak pernah terlalu memperhatikan wali kelas kami. Tapi sekarang, wali kelas kami entah kenapa nampak begitu dewasa.

“Baik. pertama-tama, bapak akan mengumumkan hasil tes kalian. Seperti aturan yang biasa kita lakukan, tiga teratas akan menerima Ramuan Penambah Skill Point! Maju ke depan saat nama kalian dipanggil! …Peringkat ketiga, Nerimaki!”

Aku mendengarkan wali kelasku sambil memeriksa kartu petualangku.

Hehehe… tinggal empat poin lagi.

Tinggal empat poin lagi maka aku bisa mempelajari sihir peledak yang merupakan impianku.

“Peringkat kedua, Arue!”

Aku mendengarkan wali kelasku sambil melihat kartu petualangku dengan senyum di wajah.

…………Peringkat kedua Arue?

“Peringkat pertama, Megumin! Kerja bagus. Nah, ambil ramuanmu.”

Aku berdiri setelah namaku dipanggil, lalu melirik ke samping.

Aku melihat ke arah Yunyun yang mengepalkan tangannya dengan raut wajah gelisah.

“Pelajaran pertama adalah tentang membuat perlengkapan yang keren— semisal penutup mata milik Arue. Perlengkapan seperti itu bisa meningkatkan karakter seseorang dan memakan 1 skill point. Contoh lainnya yaitu sarung tangan tanpa penutup jari atau ikat kepala. Semuanya segera pergi ke ruang kerajinan tangan!”

Setelah wali kelas kami keluar dari kelas, aku memamerkan Ramuan Penambah Skill Point-ku yang baru saja aku dapatkan dan menarik mejaku ke dekat meja Yunyun.

Yunyun dengan kikuk mengalihkan wajahnya dariku. Aku tidak mengatakan apapun dan hanya mengayun-ayunkan ramuanku di depannya.

“……Ahh, ngomong sesuatu dong! Kalau terus begini, suasananya justru jadi semakin berat!”

Seakan sudah muak, Yunyun memukul meja lalu berdiri.

Kemudian dia langsung duduk kembali karena menyesal sudah melakukan hal seperti itu. Amarahnya lebih mudah hilang dari biasanya.

“……Kalau begitu, aku akan mengatakan sesuatu. Hal bagus yang Yunyun miliki adalah “jago masak,” “murid yang rajin,” dan “tidak punya hawa keberadaan.” Nah, sekarang kamu kenapa lagi?”

“Hei, yang terakhir itu aneh tahu! Aku tidak punya hawa keberadaan!? Selain itu, hal yang bagus dariku tidak mungkin hanya sedikit itu!”

Aku mengangkat ramuanku di depan Yunyun yang langsung malu dan tidak mau melupakan apa yang barusan aku katakan.

“Barusan kamu bilang kalau hari ini kamu tidak mau bertanding, jadi gimana? Seingatku kamu bilang kalau kamu perlu 3 skill point lagi untuk bisa mempelajari sihir tingkat lanjut. Aku masih kurang 4 poin… Benaran tidak apa-apa? Kamu akhirnya bisa maju lebih cepat dan lulus lebih dulu dariku. Kamu tidak mau disusul olehku disaat-saat terakhir, ‘kan? Nah lho, mau ngapain?”

Mendengar provokasiku, Yunyun menatapku dengan ekspresi yang campur aduk…

“Aku sudah bilang sebelumnya, hari ini… err…. kita tidak perlu bertanding… Kamu sebaiknya cepat meminum ramuan itu.”

“……Begitu yah. Tidak apalah. Kalau begitu, aku akan makan bekalmu juga yah?”

Entah kenapa, saat Yunyun melihatku meminum ramuanku dan memakan bekalnya, dia nampak lega, seakan beban yang ada di hatinya terlepas.

—Sudah kuduga, belakangan ini sikap Yunyun benar-benar aneh.

——————————————

BAGIAN KEDUA

“Hei, kamu sudah dengar belum? Katanya ada seorang kandidat pahlawan yang datang ke desa ini!”

Pelajaran pagi sudah selesai dan sekarang sudah istirahat siang.

Funifura mengatakan gosip itu selagi dia memakan bekalnya di meja kami.

Karena dihuni oleh banyak monster kuat, Desa Klan Iblis Merah adalah tempat yang terpencil dan terbelakang.

Kenapa ada seorang kandidat pahlawan yang datang ke sini?

Kandidat pahlawan adalah sebutan untuk orang yang menerima kekuatan spesial dari dewa. Mereka biasanya punya nama yang aneh.

Gosipnya sih, selain nama mereka yang aneh, sikap, perilaku, serta nama panggilan mereka juga berbeda dengan orang lain.

“Aku tahu soal itu! Kemarin aku bertemu dengannya! Dia tampan sekali, katanya dia ke sini untuk merekrut anggota kelompok yang akan pergi mengalahkan raja iblis. Sepertinya mereka sedang kekurangan penyihir yang memiliki kekuatan besar! Ahh, kenapa harus sekarang sih? Kalau saja dia datang setelah aku mempelajari sihir, aku pasti akan mengikutinya!”

Ucap Dodonko yang diakhiri dengan desahan napas penuh penyesalan.

……Hmm, kandidat pahlawan itu orang yang tampan, yah.

Aku belum bisa menggunakan sihir sehingga aku masih belum bisa ikut kedalam kelompok petualang. Tapi, sebagai calon Arch Wizard, suatu hari nanti aku akan bertemu dengan kandidat pahlawan ini.

Soalnya, orang kuat biasanya saling menarik satu sama lain.

Seperti biasanya, orang yang memiliki banyak kesamaan memang selalu berkumpul bersama.

Yunyun yang mulai penasaran bertanya pada Dodonko:

“Kandidat pahlawan, yah… Dia orang yang seperti apa? Apa dia sangat kuat?”

“Dia bersama dengan dua orang gadis dan memiliki pedang sihir yang sangat kuat. Wajahnya juga lumayan. Aku dengar job dia itu Sword Master? Namanya… Kalau tidak salah Mitsurugi?”

Seorang Sword Master yang memiliki pedang sihir kuat?

Banyak monster kuat yang berdiam di sekitar desa Klan Iblis Merah.

Dia pasti kuat sekali karena bisa melewati area yang berbahaya itu.

“Begitu, yah. Dia pasti akan berada di sini selama beberapa hari, ‘kan? Kalau begitu, aku akan mengizinkan dia merekrutku setelah aku mempelajari sihir.”

Mendengar perkataanku, Dodonko mengalihkan pandangannya.

“Katanya hari ini dia sudah mau pergi sih. Kalau saja dia akan tinggal lebih lama, aku pasti akan memintanya untuk merekrutku.”

Sayang sekali.

Sebagai seorang kandidat pahlawan dia pasti orang yang hebat, seseorang yang bisa melewati berbagai macam rintangan dan mencatatkan namanya dalam sejarah.

Aku berniat menjadi seorang penyihir lalu masuk ke dalam kelompok petualang. Bila begitu, sekelompok dengan seorang kandidat pahlawan adalah pilihan terbaik.

Kelompok yang dipimpin oleh kandidat pahlawan, yang bisa menghadapi rintangan secara langsung, penuh rasa keadilan dan dikagumi oleh orang-orang.

Dan akhirnya, aku akan menggunakan sihirku untuk menghabisi antek-antek raja iblis—atau apalah mereka itu—lalu mencatatkan namaku dalam sejarah.

Setelah mengalahkan raja iblis, aku akan menjadi raja iblis yang baru: Megumin—!

“Megumin, kamu mendengarkan perkataanku tidak?”

“Aku sedang memikirkan hal yang penting jadi aku tidak mendengarkan ucapanmu. Memangnya ada apa?”

Saat aku tenggelam dalam khayalanku, Yunyun menarikku kembali ke dalam kenyataan.

Sementara Funifura dan Dodonko sedang membicarakan hal lain.

Yunyun terkadang memandang ke arah mereka dengan wajah khawatir, dia lalu berkata padaku dengan nada malu:

“Hei, Megumin, kamu bisa menemaniku sebentar sepulang sekolah nanti tidak? Ada sesuatu yang ingin aku katakan padamu…”

———————————————

BAGIAN KETIGA

Selain kegagalan Yunyun menduduki peringkat ketiga saat hasil tes dibagikan, tidak ada kejadian aneh yang terjadi hari ini. Setelah sekolah usai, Yunyun dan aku berjalan bersama pulang ke rumah.

Yunyun bilang kalau ada sesuatu yang ingin dia katakan padaku, tapi dari tadi dia terus diam seribu bahasa. Kemudian, dia akhirnya berkata:

“…Hei, Megumin, ‘teman’ itu sebenarnya hubungan yang sepert apa…?”

Mendengar topik yang kupikir takkan serius seperti ini, aku berhenti berjalan lalu menutup wajahku dengan tanganku. Menahan air mataku.

“Tu-Tunggu, Megumin, kamu kenapa!? He-Hei! Apa aku mengatakan sesuatu yang bisa membuatmu menangis!? Katakan sesuatu, dong!”

“Bukan begitu. Aku tahu kalau kesendirian Yunyun itu sudah sangat parah, tapi aku tidak menyangka kalau kamu bahkan tidak tahu apa itu ‘teman’…”

“Aku tahu kok! Aku lumayan tahu! Membeli sesuatu bersama, bermain bersama, dll! Kamu salah paham!”

Yunyun langsung membalas ucapanku dengan nada marah dan seketika kembali tenang.

“Hei, Megumin, kamu selalu berlaku curang padaku, tapi kamu tidak pernah mengincar uangku, ‘kan? —Kamu cuma memasang ekspresi seakan kamu ingin ditraktir olehku, atau berputar-putar di depanku saat jam makan seperti kode supaya aku membagi makan siangku denganmu.”

“Tentu saja. Kalau soal itu, aku punya batas-batas tersendiri! Kalau aku berbuat curang supaya bisa mendapatkan uang darimu, aku tidak akan mengeluh meski kamu menginginkan tubuhku sebagai balasannya.”

“Gak butuh. Kamu kira aku ini orang seperti apa, sih!? Tapi, aku juga berpikir kalau ‘persahabatan’ itu seharusnya tidak dikendalikan oleh uang, tetapi… Belakangan ini aku menghadapi masalah seperti itu… Funifura bilang kalau adiknya sakit…”

Aku tidak tahu keadaan keluarganya Funifura, tapi aku dengar dia punya seorang adik yang umurnya berbeda jauh dengannya dan dia sangat memanjakan adiknya itu.

“Lalu, dia ingin membelikan obat untuknya, tapi dia tidak punya uang yang cukup. Kalau aku memberikan uang padanya di saat seperti ini, apa menurutmu itu tidak sopan…? Bagiku seorang sahabat itu harus membantu sahabatnya saat dia sedang kesusahan, tapi apa dia akan membenciku kalau aku hanya memberikan uang padanya…?”

“……Apa Funifura meminta uang padamu?”

Yunyun langsung menggeleng-gelengkan kepalanya setelah mendengar ucapanku.

“Ah, ti-tidak kok… Aku cuma mendengar obrolan mereka kalau dia tidak punya cukup uang. Dodonko bilang dia mau menolongnya. Jadi aku berpikir apa aku harus memberikan uang padanya atau tidak…”

Seperti biasa, gadis kecil ini selalu saja naif.

Rasanya aku jadi mengerti apa yang belakangan terjadi.

Kedua orang yang punya reputasi buruk itu entah kenapa tiba-tiba saja dekat dengan Yunyun. Aku selalu merasakan perasaan curiga ini.

Dodonko sengaja berkata kalau dia akan membantu Funifura saat mereka ada di depan Yunyun.

Mereka melakukannya untuk menciptakan suasana seperti ‘inilah apa yang seorang teman akan lakukan.’

Sebelum berbicara denganku, Yunyun mungkin sudah merasa kalau ada yang aneh dengan semua ini.

Tapi, karena dia takut dibenci oleh ‘teman’nya, Yunyun yang kesepian merasa tertekan dan hampir patah semangat.

“Kalau aku jadi kamu, aku akan memberikan mereka bantuan yang tidak berupa uang. Soalnya, aku memang tidak punya uang.”

“Bantuan yang tidak berupa uang?”

“Iya. Misalnya, memakai topeng lalu mencuri di toko obat bersama dengan temanku.”

“Memberi mereka uang menurutku jauh lebih baik dibandingkan melakukan hal seperti itu!”

Aku mengayun-ayunkan jari telunjukku pada Yunyun.

“Teman tidak harus semudah itu mengorbankan dirinya. Bagian lain dari persahabatan adalah menghadapi kesulitan bersama. Siapapun bisa mengorbankan dirinya, tapi tidak mudah untuk membagi rasa sakit bersama.”

“Dengan kata lain, kalau Megumin kelaparan, aku sebaiknya jangan memberi Megumin makanan dan ikut kelaparan bersamamu?”

“……Nggak, nggak, gak. Itu beda lagi… Tapi, aku rasa kalau Yunyun bisa menerimanya, meminjamkan mereka uang bukan sesuatu yang salah kok. Persahabatan itu bukan sesuatu yang bisa dibeli dengan uang, tapi persahabatan tetap bisa dijaga dengan saling membantu satu sama lain dengan uang. Ngomong-ngomong, aku miskin banget, loh.”

“Kamu mengatakan itu untuk memancingku, ‘kan? —Baiklah, aku mengerti. Aku akan melakukan apa yang menurutku benar.”

Ucap Yunyun dengan senyum di wajahnya.

……Gadis ini terlalu jujur sehingga mudah untuk menduga apa yang akan dia lakukan.

Meski dia merasa curiga, dia tetap memutuskan kalau hal itu bukanlah sesuatu yang bisa dia abaikan begitu saja.

Dia mungkin akan memberikan mereka uang besok pagi atau sepulang sekolah nanti.

Secara teknis, hal ini tidak ada hubungannya denganku, tapi besok—

……Obrolan kami pun berakhir, dan kami melanjutkan perjalanan kami tanpa sepatah kata pun yang terucap dari bibir kami. Kami bertemu tetanggaku yang seorang NEET, Bukkololy.

“Ah, ha-halo, Kak Bukkololy.”

“Oh, Bukkololy, kamu sedang apa di sini? Aku dengar kamu mengurung diri di rumah setelah ditolak sama Soketto.”

“Megumin! Jangan mengungkit masa lalu!”

“Perkataanmu jauh lebih bikin baper tahu! Lagipula, aku tidak benar-benar nembak dia, jadi aku belum bisa dianggap sudah ditolak olehnya.”

Setelah mengatakan hal yang menyedihkan itu, wajah Bukkololy tiba-tiba saja nampak serius.

“Sekarang aku sudah sadar. Dunia ini sedang menanti kekuatanku untuk bangkit. Sekarang bukan saatnya untuk termakan hawa nafsu… Belakangan ini, ada banyak orang yang melihat monster sering muncul di dalam desa. Sepertinya monster itu adalah anak buah dewa jahat. Desa pasti sedang membutuhkan kekuatanku, jadi aku berinisiatif sendiri untuk pergi keluar rumah dan berpatroli di sekeliling desa.”

Dengan kata lain, si NEET ini pengen move on dari pujaan hatinya yang sudah sirna, sehingga dia pergi mondar-mandir kesana-sini karena dia gak ada kerjaan.

“Aku dengar soal itu. NEET yang cuma ngangur di desa dikumpulkan untuk membentuk barisan pertahanan atau semacamnya.”

“Jangan sebut kami barisan pertahanan. Kami punya nama yang keren. ‘Unit Gerilya Penghancur Raja Iblis’.”

Pasukan raja iblis saja terlalu takut untuk mendekati desa ini. Bagaimana mereka mau melakukan perang gerilya?

Tapi, memberikan barisan pertahanan nama yang keren dan mengagumkan itu hal yang biasa dilakukan anggota Klan Iblis Merah.

“Aku dengar orang-orang dewasa yang ada di desa kesulitan menghadapi monster ini. Guru-guru juga bilang kalau mereka akan berusaha untuk memasang kembali segelnya dengan paksa. Itu terlalu merepotkan sih. Kenapa tidak melepas segel dewa jahat lalu menghancurkannya dengan menggabungkan kekuatan semua orang yang ada di desa?”

Desa Klan Iblis Merah adalah tempat di mana penyihir kelas atas berkumpul.

Bahkan negara tetangga kami tidak berani ikut campur dengan tempat ini.

Kalau seluruh anggota Klan Iblis Merah bekerja sama, mengalahkan dewa jahat seharusnya bukan perkara besar.

“Seseorang juga menyarankan hal itu, tapi dewa jahat ini dibawa oleh leluhur kita ke sini untuk disegel.”

“Ehh!? Aku belum pernah dengar soal itu! Kenapa seperti itu!? Kenapa leluhur kita melakukan hal yang merepotkan dan tidak berguna seperti itu!?”

Yunyun berteriak sementara Bukkololy nampak ragu.

“Tentunya, karena kalau ada dewa jahat tersegel di desa ini pasti kedengarannya keren, ‘kan? …Pokoknya, semuanya sudah sepakat untuk melakuakn penyegelan kembali. Sebenarnya, ada benda berbahaya lain yang tersegel di tempat ini, seperti ‘Senjata Terlarang yang Bisa Menghancurkan Dunia’ dan ‘Dewi Pembalas Dendam ‘tak Bernama yang ‘tak Memiliki Pengikut’.”

“Meski mendengar nama-nama itu membuat perutku mual, aku agak tertarik dengan senjata terlarang tadi. Yah, bukannya aku tidak mengerti perasaan para penduduk desa sih.”

“Kamu mengerti!? Aku justru tidak bisa mengerti sama sekali. Apa aku yang aneh di sini!? Apa memang ada yang aneh dengan caraku memandang semua hal yang ada di sini!?”

“Memang.” x2

“!?”

——————————————–

BAGIAN KEEMPAT

—Keesokan harinya, aku membawa tas sekolahku yang berisi Kuro ke sekolah. Aku berangkat lebih awal dari biasanya. Dan seperti yang aku duga— Aku melihat tiga wajah yang sudah tidak asing bagiku.

“Makasih, Yunyun! Aku benar-benar tertolong! Nanti aku akan menggantinya, kok!”

“Tidak apa-apa, tak perlu berterima kasih padaku. Ah, kalau begitu, mau berangkat sekolah bersama?”

Mereka bertiga yaitu Funifura, Dodonko, dan Yunyun.

Funifura tersenyum selagi dia menerima sesuatu dari Yunyun.

“Ahh… Ma-maaf. Aku harus segera membawa uang ini.”

“Ah, be-begitu yah… Maaf, aku tidak bisa membaca suasananya… Kalau begitu, sampai bertemu di sekolah.”

Yunyun tersenyum kepada mereka lalu pergi berangkat ke sekolah.

Tidak lama kemudian saat dia pergi, dari bayangannya terlihat pundaknya nampak lesu sehingga membuat suasana menjadi penuh kesedihan.

Funifura dan Dodonko melihat Yunyun pergi menjauh lalu berkata pelan:

“Aku merasa…”

“Bersalah…”

“Fufufu… Kalau begitu, kalian seharusnya tidak melakukannya.”

“!?” x2

Mendengar suaraku dari belakang, mereka langsung melompat terkejut dan membalikkan badan mereka ke arahku.

“Megumin!? Sejak kapan kamu ada di sini!?”

“O-Obrolan kami dan Yunyun… Seberapa banyak yang kamu dengar!?”

Aku pun berkata sambil perlahan berdiri dari balik semak-semak tempatku bersembunyi:

“Seberapa banyak yang aku dengar, yah…”

“Sejak dari kalian mengancam Yunyun dengan berkata ‘kalau kamu tidak mau cerita memalukanmu ini kami ungkapkan, kamu harus mau melakukan hal-hal mesum dengan kami.'”

“Mengancam apanya!? Kami tidak melakukan hal seperti itu!”

“Kenapa kamu membayangkan hal-hal mesum seperti itu!? Memangnya kamu kira kami ini orang seperti apa!?”

Lelucon ringanku berhasil membuat mereka melontarkan balasan yang keras.

“Tunggu dulu, soal itu… Aku cuma meminjam uang dari Yunyun. Sebenarnya, adikku, ka…”

“Iya, betul tuh. Adiknya Funifura sakit, jadi dia perlu uang untuk membeli obat. Kami tidak punya uang yang cukup, jadi kami membiarkan Yunyun untuk memberikan uang tambahan.”

“Hmm, benar-benar gawat sekali yah… Kalian benar-benar membuatku merasa dijauhi. Kenapa kalian tidak meminta bantuan padaku?”

“Eh!?” x2

Mereka berdua langsung berteriak, terkejut dengan perkataanku.

“Kenapa? Memangnya aneh sekali yah kalau aku mau membantu orang yang sedang kesulitan? Atau kalian sedang butuh teman adu jotos?”

“Bu-Bukan begitu…! Kami tidak bermaksud seperti itu, hanya saja, uhh… Bukannya keluargamu itu miskin sekali?”

“Iya. Meski kami kekurangan uang, kami tidak akan bisa meminjam uang dari Megumin—”

“Akan kubunuh kalian!”

Aku mengayunkan tas sekolahku, siap menyerang mereka. Wajah mereka langsung berubah pucat karena takut.

“Ka-Kalau begitu, bagaimana kamu akan membantu kami?”

“Iya. Meski kami meminta, memangnya kamu bisa meminjamkan kami uang?”

“Mustahil. Gak ada bedanya dengan ngobrol sama tembok. Kalau mau minjam uang, kalian juga harus menemukan mangsa yang tepat.”

“Da-Dasar kau…!!” x2

Mereka menatapku kesal, seakan pembuluh darah mereka siap meledak. Tapi, aku tidak sedang bercanda.

“Tenang dan dengarkan perkataanku. Kalian perlu uang untuk membeli obat. Tapi, untuk mendapatkan obat tersebut bukan berarti kalian memerlukan uang. Dengan kata lain, yang terpenting adalah kalian bisa mendapatkan obat tersebut, iya ‘kan?”

“Eh… Yah, benar sih…”

“Memangnya kamu punya cara untuk mendapatkan obatnya?”

Aku tertawa penuh rasa percaya diri.

“Serahkan saja padaku, si jenius nomor satu Klan Iblis Merah!”

Melihat kepercayaan diriku yang tinggi, mereka hanya saling menatap satu sama lain dengan wajah penuh keraguan.

—————————————-

BAGIAN KELIMA

Ok, aku sudah berjanji kepada mereka berdua, tapi bagaimana juga aku bisa mendapatkan obatnya?

Mungkin aku bisa membawa Komekko ke toko obat lalu membuat penjaga tokonya terkena tipu daya Komekko.

Dengan memanfaatkan sifat penggoda adikku, mungkin saja aku bisa mendapatkan sesuatu tanpa bermodalkan apapun.

“Kuro! Kuro, bertahanlah! Ada apa!? Kenapa kamu lemas seperti ini!? Apa Megumin mengayun-ayunkan tasnya dan lupa kalau Kuro ada di dalamnya!?”

Aku mengabaikan Yunyun yang memeluk Kuro dan mulai membuat keributan. Aku berkonsentrasi, memikirkan cara bagaimana supaya aku bisa mendapatkan obat itu.

Akhirnya, wali kelas kami yang pemalas masuk ke dalam kelas.

Seperti biasa, dia mengeluarkan daftar nama murid…

“Aah, ritual untuk membuat ulang segel dewa jahat akan dimulai sore ini. Bapak sebelumnya sudah mengatakannya, ‘kan? Biar bapak perjelas, kegagalan adalah hal yang mustahil. Sebagai pencegahan, bapak bahkan sudah menyiapkan ‘benda itu’ yang sudah bapak sembunyikan dari dulu… Pokoknya, bapak sebenarnya sebisa mungkin sangat tidak ingin menggunakan ‘benda itu.’ Karena kemungkinan ritual ini berhasil lebih dari 90%, bapak mungkin tidak akan memiliki kesempatan untuk menggunakannya. Lebih baik menyelesaikan situasinya seperti ini…”

Wali kelas kami mengatakan sesuatu yang tentunya akan memicu suatu kejadian yang membuat semuanya berjalan tidak sesuai rencana.

Keraguannya menggambarkan kalau guru kami ingin sekali ritualnya gagal.

Dengan begitu dia bisa menggunakan “benda itu” yang sebenarnya tidak dipedulikan oleh siapapun.

“Dan sekian saja untuk hari ini. Langsung pulang ke rumah setelah jam pelajaran selesai. Kalian semua harus pulang sebelum sore. Selanjutnya, pelajaran pertama adalah membuat item sihir. Semuanya, kita pergi ke lab sekarang!”

Setelah mengatakan hal itu, wali kelas kami langsung meninggalkan kelas. Pada saat itu—

Tiba-tiba saja aku mendapatkan ide. Membuat item sihir…!

—Laboratorium dibangun di bawah tanah, tepatnya di bawah sekolah.

Tujuannya adalah untuk menyimpan bahan-bahan berbahaya dan berbagai macam bahan peledak… atau, itulah yang biasanya orang kira.

Aku dengar alasannya adalah ‘penyihir yang melakukan eksperimen mencurigakan di bawah tanah kedengaran lebih keren.’

Posisi duduk di dalam lab itu bebas, tapi aku selalu duduk di barisan depan.

Wali kelas kami dengan malasnya melangkah ke atas podium.

“Kita akan mulai pelajaran membuat item sihir. Membuat ramuan sihir serta item sihir adalah sumber pendapatan yang penting bagi seorang penyihir. Menguasai kemampuan ini tentunya memiliki keuntungan… Megumin, bapak senang kau bersemangat dalam belajar, tapi jangan duduk sedekat ini.”

“Maaf. Soalnya ini pelajaran favoritku.”

Wali kelas kami melambai ke arahku yang berada di barisan depan, menyuruhku untuk mundur. Dia kemudian memegang sebuah botol ramuan.

“Kita sudah melakukan ini berkali-kali, tapi kita harus selalu memperkuat dasar-dasarnya. Hari ini, kita akan membuat ramuan penyembuh yang sederhana… Ya, Megumin, kenapa kau mengangkat tanganmu? Apa kau ada pertanyaan?”

“Aku tidak peduli soal ramuan murahan seperti itu. Ajari aku sesuatu yang lebih sulit supaya aku bisa mendapatkan banyak uang.”

“Ok, kalau begitu kamu akan menjadi asistenku dalam pelajaran kali ini. Aku akan membuatmu bekerja sampai kau berhenti mengatakan hal bodoh seperti itu.”

Gak masuk akal banget!

—Aku pun mulai bekerja sebagai asisten meski terpaksa. Guru kami pun memulai pelajaran.

“Gunakanlah bahan-bahan yang kalian suka untuk membuat ramuan. Bila berhasil, kalian boleh mencoba untuk merubah resepnya. Perbedaan jumlah bahan yang digunakan bisa mengubah potensi ramuan yang kalian buat. Bereksperimenlah dan buatlah ramuan kalian tersendiri.”

Sebagai seorang asisten, aku memberikan peralatan dan bahan-bahan pada teman sekelasku. Aku pun mengingat tujuan awalku.

“Pak guru, aku punya pertanyaan. Apa aku bisa membuat ramuan untuk menyembuhkan orang yang sedang sakit?”

“Ramuan untuk menyembuhkan orang yang sakit? Bisa saja, tapi ramuan seperti itu cukup sulit untuk dibuat. Selain itu, biaya untuk membuatnya juga cukup tinggi, tapi juga lumayan laku kalau dijual. Dengan kata lain, bisa menghasilkan keuntungan yang lumayan.”

“Aku akhirnya paham Bapak memandangku seperti apa. Aku bukan mau mendapatkan uang. Ada orang yang sedang sakit dan aku ingin membuat obat untuk membantunya.”

Setelah mendengar ucapanku, wali kelas kami menggaruk-garuk dagunya lalu berkata:

“……Kalau begitu, kau boleh menggunakan bahan apa pun yang kau mau. Ini resep untuk membuat ramuan tersebut. Ambilah… Ngomong-ngomong, mengejutkan sekali melihat Megumin yang sombong, egois, dan cukup kejam sampai tega membunuh seekor monster memiliki hati yang begitu mulia.”

“Aku BENAR-BENAR mengerti bagaimana Bapak memandangku selama ini.”

Aku diam-diam bersumpah kalau aku akan “membalas” guru ini setelah aku lulus nanti. Aku pun membaca resepnya, lalu mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan.

Hati Fire Drake, akar Mandrake, Bebek Bawang…

“Hei, Megumin, mau kamu apakan semua bahan-bahan itu? Apa kamu tidak akan membuat ramuan penyembuh? Kuro sedang sangat lemas, loh. Kalau bisa, buatkan ramuan untuk si kecil manis ini…”

Ucap Yunyun yang ada di sampingku sambil memperhatikanku mengumpulkan bahan-bahan. Dia nampak khawatir.

“Ini adalah rahasia antara aku dan temanku, jadi aku tidak bisa memberi tahu rivalku, Yunyun, soal apa yang sedang aku lakukan.”

“Ahh! Ma-Maksud kamu apa sih!? Apa ini balas dendam atas sikapku belakangan ini!?”

Aku mengabaikan Yunyun yang mulai berisik dan mulai memasukan bahan-bahan mahal tadi ke dalam tungku.

“Ya sudah. Biar aku saja yang menolong Kuro…”

Aku berbalik, melirik ke arah Yunyun. Dia menaruh Kuro yang tidak sadarkan diri di atas meja dan dengan penuh semangatnya mulai meracik ramuan penyembuh.

“Cara mendidik dalam keluargaku itu tidak mengenal ampun, jadi jangan terlalu memanjakan kucingku.”

“Memasukannya ke dalam tas sekolah lalu mengayun-ayunkannya bukan tidak kenal ampun, itu namanya penyiksaan tahu! Dia kan masih kecil, jadi tidak ada salahnya kalau dimanja sedikit!”

Yunyun mengatakannya dengan sedikit nada marah sambil mengelus-elus Kuro.

Meski Yunyun nampak sangat khawatir, menurutku kucing ini tidak akan mati semudah itu.

Soalnya, dia bisa naik ke atas pundak orang lain dan kadang menunjukkan sikap yang arogan. Padahal dia cuma kucing, tapi suka pilih-pilih makanan.

Perilakunya itu tidak mirip seperti kucing biasa. Apa mungkin itu karena dia mulai terbiasa dengan kondisi keluargaku yang kesulitan, yah?

“Pokoknya, sedikit bicara, banyak bekerja! Waktunya untuk membuat ramuannya! Waktunya untuk menunjukan teknik spesial meramu ramuan milikku! Lihatlah bagaimana aku akan menghabisi pengganggu yang kita kenal dengan nama ‘penyakit’ itu! Hahahahaha…!”

“Me-Megumin, aku tidak tahu kamu mau melakukan apa, tapi kamu tidak sedang membuat racun, ‘kan? Kamu membuat ramuan yang berefek baik, ‘kan? Soalnya tadi rasanya aku mendengar kamu mengatakan ‘menghabisi’!”

Yunyun yang ada di sampingku masih merasa khawatir selagi aku mulai membuat ramuan yang sulit untuk dibuat ini—

Pertama, giling hati Fire Drake menjadi serbuk.

Selanjutnya, gunakan akar Mandrake yang memiliki kekuatan kehidupan yang kuat…

“Kya! Pot Megumin mengeluarkan percikan api! Hei, Megumin, kamu sedang membuat apa sih!?”

“Hei! Percikan apimu panas tahu! Aaahh, panas! Pak guru! Pak guru!”

Create Water!”

Aku mengabaikan teriakan kesal orang-orang yang ada di sekelilingku lalu mengambil pisau untuk memotong akar Mandrake…

“Hei, ada akar Mandrake yang berlarian ke sana-sini! Siapa yang mengeluarkan akar Mandrake-nya!”

“……!? Emm, tanaman yang sedang Megumin potong itu akar Mandrake… ‘kan?”

Aku mengabaikan suara berisik yang ada di sekelilingku lalu memotong akar Mandrake yang daritadi terus meronta. Aku lalu memasukannya ke dalam pot… tapi, masih belum cukup.

Aku harus menangkap akar Mandrake yang tadi melarikan diri…

“Nih, aku menangkap satu. Aku tidak tahu apa yang sedang kamu buat, tapi sepertinya lumayan menarik.”

Arue menggenggam daun akar Mandrake dengan eratnya sambil menutupi penutup matanya dengan salah satu tangannya. Senyum kejam tergambar di wajahnya saat dia memberikan akar Mandrake itu padaku.

“Aku sedang membuat ramuan yang sulit untuk dibuat untuk menyembuhkan penyakit. Arue, apa kamu sudah selesai membuat ramuanmu? Kalau kamu gak ada kerjaan, bantu aku saja.”

“Tidak masalah. Baiklah, pertama kita harus memotong akar-akar ini menjadi potongan-potongan kecil…”

“Dengar yah, Arue. Kamu harus menekannya seperti ini, kalau tidak akar Mandrake ini akan meronta terus! Namanya juga monster tanaman, jadi kamu tidak perlu merasa kasihan padanya! Menyebalkan, berhenti meronta! Diam dan biarkan aku memotongmu!”

Arue pun ikut membantuku dan kami melanjutkan pekerjaan sulit ini. Yunyun memandangi kami dengan wajah pucat.

“Ahh…… Aaaahhhhhh……..”

Sambil diperhatikan oleh Yunyun yang nampaknya sudah mulai menangis, kami akhirnya selesai memotong akar Mandrake. Selanjutnya adalah bahan yang terakhir.

Makhluk imut berwujud seperti bebek yang selalu membawa daun bawang sebagai sumber makanannya— Bebek Bawang.

Aku memerlukan bagian Bebek Bawang—!

“Tidak mau! Aku tidak akan membiarkan kalian terus melakukan hal ini!”

Yunyun tiba-tiba saja berteriak lalu menahan tanganku dari samping.

“Kamu ini ngapain, sih? Jangan mengganggu pekerjaanku.”

“Ta-tapi— Be-Bebek Bawang yang imut ini akan…!”

Yunyun terus menggelengkan kepalanya sambil berlinang air mata.

Murid-murid yang lain hanya memandangku dengan tatapan kesal.

Bahkan Bebek Bawang yang kebingungan itu memiringkan kepalanya sambil memandang ke arahku dengan matanya yang bulat besar itu.

Ya, benar-benar sangat imut. Meski dia sangat imut…

“Yunyun, meski ini monster dan rupanya manis sekali, ada banyak monster yang kelihatannya tidak berbahaya tapi sebenarnya sangat mengerikan. Kamu sendiri tahu soal Gadis Ketenangan yang ada di dekat desa, ‘kan? Monster itu bisa memunculkan rasa ingin melindungi seseorang dan menggoda orang itu supaya tidak mau meninggalkannya, dan akhirnya orang itu akan mati kelaparan. Mau semanis apapun monster itu, kita tidak boleh bersikap simpatis padanya.”

“Itu benar sih! Ta-Tapi!!”

Arue menepuk bahu Yunyun yang masih mencoba melawan. Dia kemudian berkata:

“Tenanglah. Megumin, bagian Bebek Bawang mana yang kamu butuhkan? Kalau kamu butuh organ dalamnya, maka kita harus membunuhnya. Kalau bukan…”

Mendengar hal itu, Yunyun dengan tubuh yang masih gemetar melirik ke arahku.

Aku pun berkata pada Yunyun:

“Aku butuh bawang yang dimiliki Bebek Bawang itu… Dengan begini kamu bisa tenang, ‘kan?”

Ucapku dengan senyum supaya dia bisa lebih tenang.

Yunyun mulai menenangkan dirinya lalu melepas napas panjang, dia pun melepaskan genggaman tanganku.

“Soalnya, bawang memiliki sifat penyembuh. Ada banyak kegunaan bawang. Bisa dimakan, digulungkan, atau ditusukkan. Dan bawang dari Bebek Bawang itu juga bawang kualitas tinggi.”

Ucap Arue selagi dia mengambil beberapa bawang dari Bebek Bawang.

Aku memperhatikan Arue memotong bawang-bawang itu lalu berkata pada Yunyun:

“Dasar, memangnya kamu pikir aku ini orang seperti apa sih? Aku juga masih punya rasa belas kasih pada sesuatu yang kelihatan imut dan manis. Sebisa mungkin, aku juga tidak mau membunuhnya.”

“Be-Benar juga yah. Maaf, aku sudah salah menilaimu, Megumin! Syukurlah… Soalnya aku dengar kalau membunuh seekor Bebek Bawang bisa memberikan banyak experience point dan juga bisa dimasak menjadi hidangan yang sangat enak…”

“…………”

Monster langka yang bisa memberi banyak experience point?

Makanan yang sangat senak?

“Aku benar-benar minta maaf. Soalnya, Bebek Bawang itu bisa digunakan untuk membuat obat, menambah experience point serta dijadikan bahan makanan. Karena itu aku mengira kalau Megumin pasti berpikir ‘Benar-benar sekali dayung 3 pulau terlewati’ lalu—”

“KYU!”

Bebek Bawang mulai kesulitan bernafas dan meronta sekuat tenaga saat aku mencekik lehernya seerat mungkin.

Aku melihat kartu petualangku dan langsung menyadari kalau levelku naik 2 level sekaligus.

Aku langsung memamerkan kartu petualangku pada Yunyun yang hanya bisa terpaku dengan penuh semangat.

“Megumin naik level!”

“DASAR BEGOOOOOOOOOOOOO!!!!”

———————————

BAGIAN KEENAM

“Kamu mau apa, pembunuh Bebek Bawang? Ada urusan denganku?”

“Megumin, sebaiknya kamu minta maaf sama Yunyun. Kejadian pagi ini benar-benar membuat dia kesal. Sekarang pun dia masih merasa sedih karena apa yang kamu perbuat.”

Aku meminta Funifura dan Dodonko untuk menemuiku di belakang sekolah dan mereka langsung mengatakan hal itu setelah bertemu denganku.

“Jangan panggil aku pembunuh Bebek Bawang lagi atau aku hajar kamu sampai babak belur. Selain itu, kejadian pagi ini yang membuat murid sekelas bersedih, termasuk Yunyun, juga pada dasarnya itu karena kamu. Apa kamu sadar betapa banyak hal yang sudah aku perbuat demi kamu?”

Setelah mendengar perkataanku, mereka saling memandang satu sama lain…

“Jangan-jangan…”

“Ramuan yang kamu pegang itu…”

“Ya. Aku membuat ramuan yang bisa menyembuhkan penyakit.”

Mereka berdua langsung menunjukan wajah curiga.

“Aku tahu kalian pasti merasa tidak yakin, tapi aku membuatnya berdasarkan resep yang diberikan pak guru, jadi seharusnya tidak akan ada masalah. Aku menggunakan lebih banyak bahan dari yang dituliskan sih, tapi dengan begitu ramuannya seharusnya menjadi lebih manjur. Ayo, ambilah, tidak usah sungkan.”

“Uhh…”

Funifura dengan enggannya mengambil ramuan yang aku buat. Wajahnya masih menunjukan kekhawatiran.

“Dengan begini kalian tidak perlu meminjam uang dari Yunyun. Karenanya, berikan uang Yunyun itu padaku.”

“Ehh!? Tu-tunggu. Kita kan belum tahu ramuan ini benar-benar manjur atau tidak—!”

Tanpa menunggu dia menyelesaikan ucapannya, aku langsung memotong perkataannya dengan tegas.

“Kalau soal itu tidak ada urusannya denganku. Ngomong-ngomong, mau adiknya Funifura itu sakit atau tidak juga bukan urusanku.”

Aku mengatakannya dengan tegas, membuat mereka langsung terdiam.

“Uh… Bu-Bukan begitu, tapi…”

“Bu-Bukan… A-Adiknya benar-benar sakit kok! Adiknya Funifura memang sedang sakit!”

Dodonko berkata dengan suara keras, mencoba melindungi Funifura yang tidak bisa berkata apa-apa.

Tapi, bagiku hal itu tidaklah penting.

“Yang aku bicarakan itu soal kalian yang memanfaatkan hati nurani seseorang yang kesepian dan tidak punya teman untuk mendapatkan uang darinya. Otak anak itu cuma tidak lebih hebat dariku. Dia bukan orang yang bodoh. Bahkan menurutku kejadian ini aneh. Dia juga pasti bisa merasakan kejanggalannya.”

Aku mengatakan hal itu sambil mendekati mereka. Wajah mereka langsung memucat dan mereka langsung berkata:

“Ok, kami mengerti! Aku akan mengembalikan uang miliknya! Hei, warna matamu jadi merah menyala!”

“Jangan serius seperti itu. Nye-Nyeremin, tahu!”

Mereka meminta ampun saat mereka menyerahkan uang milik Yunyun.

Uhh, memalukan sekali. Sepertinya aku benar-benar sangat marah.

Saat emosi seorang Klan Iblis Merah terpicu, mata merah mereka akan bersinar.

Karena kejadian ini, citraku sebagai ratu es telah hancur.

“……Tidak apalah. Aku akan memberikan uang ini kembali pada Yunyun. Kalau kalian ingin dekat dengannya karena ingin menjadi temannya, aku rasa itu tidak apa-apa. Tapi, kalau kalian hanya ingin memanfaatkan kebaikan dan kenaifannya— aku sarankan kalian berhenti melakukannya. Kalau tidak setelah aku mempelajari sihir nanti, kalian yang akan menjadi target pertamaku.”

“Su-Sudah kubilang, kami mengerti! Kamu berkata begitu, tapi matamu masih bersinar tahu! Rasa sayang kamu sama Yunyun itu seberapa besar sih!?”

“Kami tidak akan mengganggu kalian berdua lagi. benaran. Terserah kalian mau mesra-mesraan juga…!”

Ucap Funifura dan Dodonka sambil gemetar ketakutan…

“…Kalian pasti salah mengerti sesuatu. Hubunganku dengan Yunyun tidak sebaik itu… Selain itu, kami bukan teman.”

“Ok, ok. Gak usah dijelasin lebih lanjut.”

“Meski begitu, kamu melakukan hal seperti ini demi dia. Kalau bukan teman, terus apa dong?”

Mereka berdua terus mengipasi wajah mereka dengan tangan mereka.

Seakan mengatakan kalau tempat ini panas.

“Kalau kalian tanya soal hubungan kami sih, maka itu… murni, murni sebagai rival…”

“Sip, deh, sip. Gak usah dijelasin. Kami ngerti kok. Tapi, di mata orang lain, kalian berdua itu jelas-jelas pasangan Yuri.”

“Mata Megumin jadi merah menyala. Ini benar-benar kelemahan dasar seorang Klan Iblis Merah— mereka tidak bisa berbohong saat mata mereka bersinar seperti itu.”

…………

“Ok, kami akan berhenti. Kamu seharusnya jangan terlalu bersikap sombong hanya karena kamu si Nomor 1.”

“Betul, tuh. Sementara kalian sedang mesra-mesraan, kami bisa saja mendahului kalian. Kalau aku jadi Nomor 1, mungkin saja istri tersayangmu itu akan jadi rivalku? Jadi kalau mau mesra-mesraan, lebih baik lakukan sekarang saja…”

Aku tidak mendengarkan omongan kekalahan mereka sampai akhir. Cukup memberi mereka pelajaran.

“Tunggu! Uwaahh!! Jangan menyerang ramuan sihir yang sudah susah payah dibuat ini! Kamu itu benar-benar licik! Jahat! Jangan, hentikan…!”

“Orang ini benar-benar tidak bisa membaca suasana! Kami mengatakan hal itu hanya untuk membuat kekalahan kami terlihat keren…! Ahh, jangan…!”

—————————————

BAGIAN KETUJUH

Setelah berhasil mengalahkan mereka, dengan perasaan senang aku kembali ke dalam kelas, berniat untuk mengambil tasku dan Kuro. Pada saat itu, hanya Yunyun yang masih ada di dalam kelas.

“……Kamu lagi ngapain di sini sendirian?”

“Kenapa kamu mengejekku seperti itu!? Aku nungguin kamu tahu! Kamu pergi kemana saja, meninggalkan Kuro di sini!?”

Sepertinya dia ingin pulang bersamaku.

“Gak ke mana-mana kok. Cuma ada urusan sama Funifura.”

Tanpa kami rasa, pulang bersama seusai sekolah menjadi keseharian kami. Aku jadi memikirkan apa yang Funifura katakan.

……Yah, soalnya, anak buah dewa jahat sedang berkeliaran di desa. Kami seharusnya menunda dulu rivalitas kami untuk sementara.

Yap, kami bukan teman, tapi di saat yang genting seperti ini, kami sebaiknya…

Nada bicara Yunyun masih terdengar marah, tapi juga terdengar lega. Mungkin karena dia merasa kesepian karena terlalu lama ditinggal sendirian di sini.

“Jarang sekali yah. Megumin ternyata punya urusan dengan Funifura. Kita pulang yuk. Pak guru bilang kalau ritual untuk menyegel dewa jahat akan dimulai sore ini, kita sebaiknya segera pulang…”

“Nih. Untukmu.”

Saat Yunyun merapikan barang bawaannya dan siap untuk pergi, aku memberikan uang yang aku terima dari Funifura kepadanya.

Yunyun menerima kantung kecil berisi uang itu, wajahnya menggambarkan kebingungan.

Dengan begini pekerjaanku sudah selesai.

Aku mengambil tas sekolahku lalu mencoba memasukkan Kuro ke dalamnya, tapi entah kenapa, Kuro tidak mau masuk ke dalam tas sekolah.

Dia menggunakan cakarnya untuk menempel di pundakku, memberontak sekuat tenaga.

“Hei, uang ini…”

“Dari Funifura. Masalah soal membeli obat adiknya sudah diatasi, jadi dia mengembalikan uang yang dia pinjam. Selamat deh.”

Aku menjawab pertanyaan Yunyun sambil berusaha melepas cengkraman cakar Kuro dari pundakku.

Ku-Kucing ini… benar-benar tidak mau masuk ke dalam tas sekolah…!

Saat aku mulai bertarung sengit dengan Kuro, Yunyun berkata:

“Hei, Megumin. Apa kamu melakukan sesuatu untuk adiknya Funifura? Misalnya, membuat… ramuan untuk menyembuhkan penyakitnya atau semacamnya…”

Dia bertanya dengan gugup.

Lihat ‘kan, Funifura, Dodonko? Kepintaran anak ini cuma tidak lebih baik dariku.

“Sebagai seorang yang realistis, untuk apa aku melakukan sesuatu yang tidak menguntungkan bagiku?”

“Kalau kamu mengatakannya seperti itu kedengarannya jadi meyakinkan!”

…………

“Hei, kenapa kamu terburu-buru seperti itu!? Aku dari tadi nungguin kamu tahu, jangan tinggalin aku!”

—Setelah pergi dari sekolah, matahari sudah hampir terbenam.

Sudah hampir sore.

Yunyun berjalan cepat, mencoba mengejarku dari belakang.

Karena Kuro tidak mau masuk ke dalam tasku, aku membiarkannya di pundakku sambil berjalan pulang ke rumah.

“Hei, Megumin. Kamu benar-benar tidak melakukan apa pun?”

“Kamu itu kelewat curiga. Meski aku membuatkan ramuan untuk adiknya Funifura, tidak ada orang yang akan merasa terganggu, ‘kan? Bukannya justru bagus?”

“Kalau begitu, kejadian yang mengganggu murid-murid pagi tadi itu…?”

Aku memilih untuk diam, mempercepat langkah kakiku. Yunyun segera menyusulku lagi.

Kemudian, dia, yang ada di sampingku, berkata:

“……Hei, Megumin. Mau mampir dulu tidak…? Bukan untuk membalas budi, cuma kebetulan saja aku mau mengajakmu… Kebetulan juga aku mendapatkan uangku lagi, jadi biarkan aku mentraktirmu yah.”

Aku melirik ke arahnya. Wajahnya menggambarkan senyum bahagia.

……Rivalku yang pintar ini sudah tahu apa yang sebenarnya terjadi.

————————————–

BAGIAN KEDELAPAN

“Aku akan mentraktirmu. Yep. Aku memang bilang kalau aku akan mentraktirmu sih…”

Kami berjalan keluar dari restoran, berniat untuk pulang.

Yunyun memperhatikan dompetnya yang sudah kosong melompong lalu melepas napas panjang.

“Makasih yah sudah mentraktirku. Baru pertama kali ini aku makan sebanyak itu. Rasanya perutku sudah terlalu penuh.”

“Baguslah kalau begitu yah! Aahh, tapi…! Aku memang bilang kalau kamu boleh pesan apapun yang kamu suka sih…”

Aku mendengarkan keluhan Yunyun sambil berjalan pelan dipayungi oleh warna merah senja.

“Fuuhh… Jalan-jalan setelah makan banyak memang susah yah. Mau istirahat sebentar? Sekalian menunggu perutku mencerna makanan yang barusan aku makan.”

“Aahhh!! Kenapa kamu makan sebanyak itu!? Memangnya kamu belum makan berapa hari sih!?”

Aku membawa Yunyun yang nampak agak marah dan sudah menyerah ke taman di desa Klan Iblis Merah.

Tempat ini disebut taman, tapi yang ada di sini hanya sebuah kolam kecil, beberapa kursi panjang dan beberapa bangunan untuk berteduh.

Aku melepas Kuro dari pundakku lalu membaringkannya di atas kursi panjang.

“Me-Megumin! Rokmu menyingkap tahu! Celana dalammu jadi kelihatan…! Kamu kok gak peka begitu, benar-benar tidak seperti seorang cewek…”

Yunyun dengan cermatnya merapikan rokku.

“Yunyun akan menjadi seorang istri yang baik. Setelah lulus nanti maukah kamu mengurus kebutuhkanku? Meski hanya diberi nasi putih saja setiap harinya, aku akan selalu berkata kalau masakanmu itu enak kok!”

“Ti-Tidak mau! Kenapa aku harus melakukan hal seperti itu!? Memangnya kamu pikir aku akan senang kalau masakanku dipuji? …Cuma memuji masakanku… setiap hari… uhh…”

Seperti orang yang baru saja kalah telak, Yunyun mulai merasa gelisah.

Dia selalu saja bersikap seperti ini. Mungkin ini sebabnya Funifura menyebut dia itu Yuri.

“Ngomong-ngomong soal kelulusan, Yunyun mau melakukan apa setelah aku lulus nanti? Aku cuma perlu satu skill point lagi untuk bisa lulus.”

“Eh, kok bisa? Megumin, bukannya kamu bilang kamu masih perlu empat skill point lagi untuk bisa mempelajari sihir? Setelah mendapatkan Ramuan Penambah Skill Point kemarin, kamu seharusnya masih perlu 3 poin lagi seperti aku… Ahhh!!”

Yunyun mulai tahu apa yang terjadi.

“Bebek Bawang pagi tadi! Setelah membunuhnya, level-mu…!”

“Yap, membunuh Bebek Bawang itu langsung membuatku naik 2 level. Ditambah dengan Ramuan Penambah Skill Point, skill point-ku jadi bertambah 3. Aku jadi cuma perlu 1 poin lagi untuk bisa mempelajari sihir. Mungkin aku akan bisa lulus setelah tes selanjutnya.”

Kuro naik ke atas perutku saat aku berbaring di atas kursi panjang.

Binatang ini benar-benar tidak sopan.

—Yunyun pun berkata dengan suara pelan seperti mau menangis:

“Ke-Kenapa… kita jadi tidak bisa lulus bersama… Aku sengaja tidak menambahkan skill point-ku supaya aku bisa sama dengan Megumin…”

Yunyun mengatakannya dengan nada sedih—

—Aku langsung melompat dari kursi panjang.

Mengabaikan Kuro yang terjatuh dari perutku, aku langsung berkata pada Yunyun:

“Apa yang kamu katakan? Apa kamu sengaja membuat skill point-mu sama denganku supaya bisa lulus bersama? Rupanya hasil tes yang kemarin itu bukan cuma kebetulan yah. Kamu sengaja tidak masuk tiga besar supaya tidak mendapatkan Ramuan Penambah Skill Point, iya ‘kan?”

“!?”

Tubuh Yunyun langsung bergetar, ekspresinya seakan menggambarkan kalau rahasianya sudah terbongkar.

Dia tidak perlu mengaku. Reaksinya itu sudah cukup sebagai jawaban.

“Lihat sendiri akibat tindakan bodohmu itu! Kalau kamu mau lulus bersamaku, kamu cuma perlu menunda mempelajari sihir meski poin yang kamu dapat sudah cukup! Kamu tidak tahu cara itu, dan kamu tetap tidak mau memberitahuku kalau kamu mau lulus bersamaku. Kamu diam-diam melakukan semua itu— benar-benar ceroboh!”

“Ta-tapi, ‘kan! Megumin yang selalu ada di depanku tiba-tiba saja tertinggal! Aku selalu berpikir kalau Megumin akan lulus lebih dulu dariku…!”

“Ah! Maksudnya kamu mau bilang kalau kamu sudah melampauiku!? Ngimpi, Neng! Kamu tidak pernah melampauiku sedetik pun! Aku akan jujur padamu. Aku tidak berniat untuk mempelajari sihir tingkat lanjut seperti yang lainnya! Aku ingin mempelajari sihir yang sangat kuat melampaui sihir tingkat lanjut! Lihat kartu petualangku! Aku sudah punya poin yang jauh lebih cukup untuk mempelajari sihir tingkat lanjut sejak dari dulu!”

Dengan penuh semangat aku berdiri lalu memamerkan kartu petualangku di depan wajah Yunyun. Yunyun memperhatikan kartuku seakan dia ingin menelannya bulat-bulat.

“Be-Benar… Ahh, rupanya Megumin memang jauh lebih baik dariku…”

“Eh… Emm, tentu dong! Aku ini hebat sekali. Jadi jangan pikir kamu bisa mengejarku semudah itu.”

Senyum Yunyun terlihat begitu bahagia. Aku jadi tidak tahu bagaimana harus bereaksi.

Sepertinya dia memang ingin rivalnya lebih baik darinya.

“Ka-Kalau begitu, aku minta maaf karena sudah memangkas poinku. Ngomong-ngomong, soal sihir yang lebih kuat dari sihir tingkat lanjut… apa kamu mau mempelajari Sihir Letupan? Atau Sihir Letusan…?”

“Sihir Ledakan.”

…………Tiba-tiba saja Yunyun terdiam setelah mendengar perkataanku.

“Err, barusan kamu bilang apa? Rasanya aku dengar kamu berkata ‘sihir ledakan’…”

“Iya, Sihir Ledakan. Sihir yang dikenal sebagai sihir paling kuat.”

Setelah Yunyun kembali terdiam selama beberapa saat—

“Apa yang kamu katakan!? Sihir Ledakan… maksudnya Sihir Ledakan yang itu? Sihir Ledakan yang dianggap tidak berguna? Yang memerlukan skill point paling banyak yang bisa dipelajari seorang Arch Wizard? Meski kamu mempelajarinya, kebanyakan orang tidak akan bisa menggunakannya karena memerlukan jumlah mana yang besar. Selain itu, meski kamu bisa menggunakannya, penyihir yang mengaktifkan sihir itu tidak akan bisa bergerak setelah melepaskannya karena kehabisan mana…”

“Iya, Sihir Ledakan yang seperti itu.”

Aku mengangguk penuh semangat. Yunyun langsung menghela napas panjang lalu—

“KAMU PUNYA OTAK GAK SIH!? Kamu ngomong apa sih, Megumin!? Memangnya mau kamu gunakan untuk apa sihir seperti itu!? Sihir itu tidak bisa digunakan oleh siapapun. Meski jika kamu mengaktifkannya dengan paksa, kamu hanya bisa menggunakannya sekali dalam sehari. Sihir itu tidak bagus dan memakan banyak mana juga tidak bisa digunakan dengan efisien! Apa yang sebenarnya kamu pikirkan? Perbedaan idiot dan jenius itu cuma setipis kertas. Megumin, kalau kamu terus seperti ini, kamu akan menjadi idiot, mengerti?”

“Me-Meski oleh Yunyun, aku tidak mau diriku dicap sebagai idiot. Kalau tidak, aku akan membuatmu menderita! …Pokoknya, aku mengerti semua yang kamu katakan. Aku sudah mencari tahu soal Sihir Ledakan secara mendalam. Aku berani berkata kalau aku adalah orang yang paling mengerti soal Sihir Ledakan di desa ini.”

“Kalau kamu mengerti sampai sejauh itu, kenapa kamu tetap ingin mempelajarinya? Kalau Megumin… Kamu pasti bisa mempelajari banyak sihir yang ada di sihir tingkat lanjut, mengumpulkan banyak pengalaman, dan akhirnya menjadi seorang Arch Wizard yang mencatatkan namanya dalam sejarah…! Hei, sebenarnya apa alasanmu!?”

Aku tidak mengerti kenapa Yunyun berteriak kegirangan seperti ini. Ini adalah keputusanku sendiri.

“Tentunya karena aku mencintai Sihir Ledakan.”

Aku memberikan jawaban yang paling jujur.

Yunyun mengira kalau alasanku akan lebih rumit dari itu. Setelah mendengar jawabanku, matanya langsung terbelalak.

“……Sudah kuduga, Megumin itu bukan seorang jenius, tapi orang idiot.”

“Sudah kubilang jangan panggil aku idiot!”

Setelah itu, aku bergelut dengan Yunyun.

————————————–

BAGIAN KESEMBILAN

“Haa… Haa… Menang…! Kemenangan pertamaku melawan Megumin…!”

Yunyun merasa sangat senang. Wajahnya memerah semu.

Si-Sial…! Kekalahan pertamaku melawan Yunyun.

“Yah, barusan aku tidak mengeluarkan seluruh kekuatanku. Kekuatan penuhku baru bisa keluar saat bulan purnama muncul.”

“Kamu kan bukan iblis, jadi itu tidak mungkin! Mengaku kalah saja!”

Aku bertarung dengan Yunyun di taman kosong ini selama beberapa saat. Pada akhirnya, aku takluk oleh Yunyun.

Tubuhku yang panas dan dibasahi keringat ini ditindih oleh Yunyun di atas jalanan yang dingin. Rasanya sangat nyaman.

Matahari sudah hampir terbenam sehingga sekeliling kami sudah mulai gelap. Kami berdua masih berusaha mengambil napas di taman.

Secara spontan aku dan Yunyun melakukan pertarungan fisik yang merupakan kelemahanku.

“Haahh… Aku akan mengaku kalah, jadi lepaskan aku. Aku mengaku kalah. Aku yang kalah, ok?”

Yunyun pun membangunkanku.

“…Fuh, aku yang kalah. Yah, setelah makan sebanyak itu wajar kalau aku kalah. Kalau dipikir-pikir, aku bahkan tidak menggunakan separuh dari kekuatanku.”

“Ahh! Tidak adil kalau kamu mulai membuat alasan setelah aku melepaskanmu!”

Aku pun berkata pada Yunyun sambil membersihkan debu di lututku:

“Syukurlah kamu bisa menang sekali melawanku sebelum aku pergi berkelana. Suatu hari nanti Yunyun akan menjadi ketua Klan Iblis Merah. Sementara aku menjelajahi dunia menjadi seorang Arch Wizard, sudah cukup bagi Yunyun untuk menjadi ketua selanjutnya dan menghabiskan sisa hidupmu dengan penuh ketenangan di desa Klan Iblis Merah.”

“Kamu bisa tidak sih memujiku atas kemenanganku sekali saja!? Kamu mengatakan hal seperti itu karena kamu tidak senang dikalahkan olehku! …Selain itu, kamu… setelah lulus nanti, mau pergi dari desa?”

Aku mengangkat Kuro yang berlari ke arahku, kemudian aku berkata pada Yunyun yang nampak khawatir:

“Iya. Aku akan pergi berkelana. Sebenarnya, ada alasan kenapa aku mencintai Sihir Ledakan. Aku akan mengungkapkan alasan ini hanya padamu.”

Kuro menancapkan cakarnya pada jubah di pundakku, mungkin dia sangat suka diam di atas pundakku. Aku mengelus-elus kepalanya lalu mengatakan sesuatu pada Yunyun hal yang bahkan tidak aku beritahukan pada orang tuaku.

“Saat aku masih kecil, aku diserang oleh seekor monster. Saat itu terjadi, ada seorang kakak perempuan, seorang penyihir yang kebetulan melintas, menggunakan Sihir Ledakan untuk mengalahkan monster itu. Kehancuran yang diakibatkan oleh Sihir Ledakan itu benar-benar sangat dahsyat. Kekuatan yang sangat hebat, sangat menakjubkan. Begitu hebatnya hingga sihir itu diberi julukan sebagai sihir terkuat. Sekali melihatnya saja, rasanya tidak akan bisa tertarik lagi untuk mempelajari sihir yang lain.”

Aku sudah tidak bisa mengingat wajah dan aura kakak bertudung itu dengan jelas, tapi pemandangan Sihir Ledakan itu terekam jelas dalam ingatanku.

Setiap kali aku mengingatnya, aku selalu merasa dadaku terasa panas dan sakit.

Aku bukan orang yang suka ngegosip seperti Funifura dan Dodonko. Aku juga tidak punya ambisi besar seperti Yunyun yang berjuang keras demi bisa menjadi ketua selanjutnya.

Aku hanya ingin bertemu lagi dengan kakak bertudung itu lalu menunjukkan padanya Sihir Ledakan milikku sendiri.

Untuk bertemu dengannya dan berterima kasih padanya… lalu bertanya padanya—

—Sihir Peledak yang aku pelajari darimu… Bagaimana menurutmu?

Setelah mendengar soal impianku, wajah Yunyun nampak tidak khawatir lagi, tapi nampak seakan dia mengerti dan puas dengan jawabanku. Dia melepas napas panjang.

“Kalau alasannya seperti itu, aku tidak berhak berkata apapun lagi. Tapi, hidup sebagai penyihir yang menggunakan Sihir Ledakan akan sulit. Dengan jumlah mana yang dimiliki Megumin, kamu mungkin bisa mengaktifkannya, tapi setelahnya, kamu tidak akan bisa melakukan apa pun karena kehabisan mana. Pergi berkelana itu bagus, tapi kalau kamu sendirian, bukannya kamu akan diserang oleh monster lain setelah kamu tidak bisa bergerak karena kehabisan mana? Apa kamu punya cara untuk mencari teman seperjalanan nanti?”

“Aku tidak ada bedanya dengan Yunyun yang tidak punya teman. Mau gimana lagi?”

“Kenapa kamu terang-terangan mengatakan hal seperti itu!? Hei, meski kamu pergi berkelana, tentunya tidak langsung setelah kamu mempelajari sihir, ‘kan? Kamu masih akan berada di desa selama beberapa saat, ‘kan?”

“Iya sih. Aku tidak bisa meninggalkan adikku begitu saja. Aku akan menaikkan level-ku di dekat desa. Setelah beberapa lama, aku akan meninggalkan desa setelah persiapanku sudah selesai.”

Yunyun kelihatan lega.

“Yunyun akan tinggal di desa supaya bisa menjadi ketua selanjutnya, ‘kan? Soalnya, ketua desa itu dipilih secara turun-temurun berdasar garis keturunan.”

“Iya. Aku merasa kalau suatu saat nanti aku akan menjadi ketua desa. Tapi, aku harus menambah pengalamanku sebelum mengambil gelar itu. Saat ini, aku mungkin masih sering dilindungi oleh Megumin, tapi suatu hari nanti, aku…”

Saat Yunyun mau melanjutkan perkataannya, Kuro yang sedang berbaring di atas pundakku tiba-tiba saja bereaksi, mendengar suara kecil.

Suara dayungan air.

Aku berbalik ke arah suara itu lalu melihat—

“Wah, langka sekali! Bebek Bawang liar! Aku tidak mengira kalau binatang ini akan muncul di desa…!”

Seekor Bebek Bawang sedang mengayuh di kolam taman, perlahan mendekati kami.

Rasa Bebek Bawang itu enak sekali, tapi entah kenapa, binatang ini tidak pernah diserang oleh monster lain. Inilah salah satu keunikan Bebek Bawang.

Seorang ahli biologi monster pernah berkata bila penampilannya yang menggemaskan membuat monster lain justru ingin melindunginya.

Bebek Bawang itu keluar dari kolam lalu berjalan terhuyung-huyung ke arah kami.

Supaya tidak membuat bebek itu takut, Yunyun menjongkokkan tubuhnya perlahan. Dia memandang bebek itu dengan wajah lembut sambil melanjutkan obrolan kami.

“…Sampai sekarang, Megumin selalu melindungiku, tapi suatu hari nanti aku akan menjadi penyihir terkuat yang ada di desa dan bisa melindungi makhluk hidup yang rapuh seperti Bebek Bawang ini…”

“KYU!”

Aku tidak berniat untuk membiarkan Bebek Bawang ini lari. Tanpa menunggu Yunyun selesai bicara, aku langsung mencekik leher Bebek Bawang ini.

Aku mengangkat leher Bebek Bawang yang sudah tidak bergerak ini.

“Megumin berhasil mendapatkan makan malam!”

“DASAR BODOOOOOHHHH!!”

Yunyun menangis lalu mulai menghajarku.

Round Two!

——————————–

BAGIAN KESEPULUH

“…Dasar, ini semua salah Yunyun tahu. Sekarang sudah hampir gelap.”

“Aku!? Ini salahku!? Megumin sendiri kenapa bisa membunuh makhluk semanis itu tanpa belas kasih sedikitpun? Meski kamu bisa melakukan apa pun, hal itu terlalu kejam! Apa kamu tidak punya sedikit pun belas kasih!?”

Yunyun berjalan dengan emosi meledak-ledak di depanku.

Setelah kejadian itu, karena kami melanjutkan pertarungan kami ke ronde 2, sekeliling kami sudah mulai gelap.

Lampu sihir di sekelilng desa mulai menyala, menyinari jalanan membuatnya seakan sekarang masih siang hari.

“Hasil pertarungan hari ini berarti satu kemenangan dan satu kekalahan. Dengan kata lain, seri. Kita anggap semua ini tidak pernah terjadi. Kamu tidak keberatan ‘kan?”

“Te-Tentu saja aku keberatan! Bukannya aku berhasil menang sekali!? Sebagai orang yang selalu kalah, tidak apa kalau nantinya aku kalah terus. Tapi pertarungan tadi tidak bisa dianggap sebagai seri atau dibatalkan. Satu kemenangan dan satu kekalahan, titik! Aku harus menulis kejadian hari ini di buku harianku. ‘Hari ini aku menang melawan Megumin,’ seperti itu.”

“Jangan lupa juga tulis kalau setelah kamu menang kamu langsung ditimpa olehku sampai kamu tidak bisa berkutik dan hanya bisa berbaring di atas tanah.”

“Yang itu tidak adil! Kamu seharusnya jangan selalu menggunakan Kuro sebagai perisai! …Kenapa kucing itu selalu dekat denganmu padahal kamu selalu menyakitinya…?”

Merasa bingung, Yunyun menengok ke arah Kuro yang hanya sedang berbaring di atas pundakku sambil tidur pulas.

Dia benar-benar kucing yang aneh.

Biasanya, setelah disiksa seperti itu wajar saja kalau seekor kucing lari atau marah pada pemiliknya.

Aku dengan senangnya mengambil Bebek Bawang sebagai hadiah kemenanganku dan segera pulang ke rumah.

Meski aku masih kenyang setelah ditraktir Yunyun, adikku masih kelaparan.

Aku harus segera pulang lalu memasakkan bebek ini untuknya.

Yunyun memandang lurus ke arahku yang sedang bersenandung sambil menggenggam leher Bebek Bawang.

“Megumin itu beneran cewek, ‘kan? Di mana kebaikan, rasa perhatian dan penampilan feminimnya?”

“Yunyun sendiri beneran anak kepala desa, ‘kan? Di mana selera bangsawan seorang Klan Iblis Merahmu?”

Setelah beberapa saat, kami berdua berhenti berjalan lalu tersenyum penuh licik.

Hasil pertarungan hari ini adalah satu kemenangan dan satu kalah.

Bagaimana kalau kita selesaikan saja sekarang, pikirku— Tapi, Yunyun tiba-tiba saja membalikkan badannya.

“Haa… Kenapa yah setiap kali bersama Megumin hari-hariku selalu menjadi seperti ini?”

“Aku yang seharusnya bicara seperti itu. Kenapa kamu selalu mengoceh setiap kali bersamaku?”

“Uhh… Ka-Kalau soal itu…”

Yunyun mencoba menghindari pertanyaanku dengan berjalan terlebih dulu, mengabaikanku yang sedang tersenyum sambil mendekatinya.

Aku terus tersenyum licik sambil mengikuti Yunyun.

“…Aahhh! Padahal aku sudah berhasil mendapatkan kemenangan pertamaku hari ini! Apa Megumin benar-benar tidak puas kalau belum melakukan hal seperti ini setiap hari? Kalau nanti kamu masuk kelompok petualang, kamu pasti akan merepotkan orang lain!”

“Kamu ngomong apa sih? Setelah mempelajari Sihir Peledak, aku akan menjadi orang dengan kekuatan terbesar dalam kelompokku. Cecunguk raja iblis pun tidak akan menjadi masalah besar buatku. Bersama seorang jenius langka dari Klan Iblis Merah sepertiku, kelompokku pasti akan terkenal di seluruh negeri. Sebuah kelompok yang berisi orang-orang dengan job papan atas…!”

Aku membicarakan imajinasiku akan masa depanku dengan Yunyun. Pada saat itu—

—DANG DANG DANG. Suara yang menusuk telinga bergema di Desa Klan Iblis Merah.

Seingatku suara bel itu hanya dibunyikan saat keadaan darurat.

Apa yang sedang terjadi? —Aku berbalik dan melihat…

Kawanan monster terbang di atas langit gelap tergambar dalam pandanganku.

Mereka sepertinya sedang mencari sesuatu, berpencar kesana-kemari…!

“Me-Me-Me-Megumin! Itu! Bukannya itu—!”

“Te-te-te-tenang, Yunyun. Wali kelas kita bilang kalau mereka akan memaksakan penyegelan dewa jahat! Dan wali kelas kita yang tidak bertanggung jawab itu juga bilang kalau ritualnya gagal ‘benda itu’ masih bisa dipakai! Dengan begitu, masalah ini akan segera teratasi!”

Atau lebih tepatnya, wali kelas kami berharap ritual tersebut akan gagal.

Sehingga seharusnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Aku bahkan berpikir kalau wali kelas kami akan sengaja menggagalkan ritual tersebut.

Kuro, yang berbaring di atas pundakku, langsung bersembunyi ke dalam tasku, padahal sebelumnya dia sangat tidak mau masuk kedalamnya.

Meski dia itu kucing yang tidak kenal malu, dia tetap saja takut dengan kehadiran monster.

“Hei… He-Hei Megumin!”

Aku menutup tasku untuk menyembunyikan Kuro. Pada saat itu, Yunyun menarik-narik lengan bajuku.

Dengan wajah pucat dia memandang ke atas langit.

“A-Apa kamu sadar kalau mereka terbang kemari?”

Dia menunjuk ke arah monster yang terbang kemari.

“Cepat lari! Rumahku yang paling dekat dari sini! Yunyun, kalau sesuatu terjadi padaku, tidak perlu kamu pedulikan. Dan jangan pernah melihat ke belakang. Aku serahkan tempat ini padamu, aku pergi!”

Setelah Yunyun mendengar ucapanku…!

“Bo-Bodoh! Kamu bicara apa!? Bagaimana bisa aku meninggalkan megumin da-… dan… Eh, lho? KAMU BARUSAN NGOMONG APA!? Hei, kamu barusan ngomong apa!?”

Yunyun yang menyadari kalau aku cuma berusaha mengalihkan perhatiannya kemudian langsung marah dan hampir menangis.

Aku mengabaikan perkataannya, melihat ke belakang, dan menyadari kalau monster yang mengejar kami sudah semakin dekat.

“Yu-Yunyun! Berapa banyak skill point yang kamu punya!? Apa kamu masih belum punya cukup banyak untuk mempelajari sihir tingkat lanjut!?”

“Tentu saja belum! Kalau Megumin mau menyerah mempelajari Sihir Ledakan dan mempelajari sihir tingkat lanjut, monster-monster itu bisa kamu kalahkan dengan mudah! Hei, cepat lakukan saja!!”

Yunyun berteriak padaku. Tapi, itu adalah satu-satunya hal yang tidak bisa aku kompromikan.

Alasan aku bekerja keras selama ini adalah demi mempelajari Sihir Ledakan.

“Tidak ada gunanya, mereka semakin mendekat……! ……Eh?”

“……Sepertinya mereka cuma numpang lewat.”

Beberapa monster mengabaikan kami dan terbang ke arah lain.

Aku melepas napas lega, berbalik melihat ke arah di mana bel itu dibunyikan.

Di antara kedua penarik bel itu, cahaya putih berkilat, membelah langit yang gelap.

Pastinya itu salah satu orang dewasa di desa yang menemukan kesempatan untuk melepas dan menunjukan kekuatan mereka.

Monster-monster itu pasti akan segera dikalahkan oleh mereka, tapi kami sebaiknya segera pulang ke rumah.

“Yunyun, kamu pergi ke rumahku saja. Menginap untuk malam ini.”

“Ehh!? Me-menginap di rumahmu!? Boleh!?”

“Boleh kok. Lagipula, ada monster di sekeliling desa, apa kamu mau pulang sendirian? Kamu boleh memakai baju tidurku, tapi kalau kamu sampai mengeluh soal bagian dadanya terlalu ketat atau ukurannya kekecilan, aku akan membuatmu tidur tanpa sehelai kain pun menutupi tubuhmu.”

“A-Aku tidak akan mengatakan hal seperti itu kok! Aku tidak akan mempermasalahkan hal kecil seperti itu!”

Yunyun tidak menyangkal kalau pakaianku mungkin kekecilan atau bagian dadanya terlalu ketat.

Meski aku sangat ingin memulai ronde ketiga, sekarang bukan saat yang tepat.

“Ayo cepat, rumahku tidak jauh lagi. Cuma ada adikku di rumah. Meski dia sedang lapar, dia akan menjaga rumah dengan pintu dan jendela tertutup. Meski rumahku kecil dan bobrok, kalau pintu dan jendelanya tertutup rapat, monster-monster itu tidak akan bisa—”

Masuk— itu yang ingin aku katakan.

—Aku pun melihat pintu depan rumahku yang sudah hancur.

Aku menjatuhkan tasku yang aku genggam lalu berkata dengan suara pelan:

“………………Komekko?”

——————————————

SELINGAN – BAGIAN KEEMPAT

—Oyakodon Untuk Adik si Gadis Nakal—

“Fuuh, setelah menyelesaikan puzzle ini, puzzle lain sudah muncul lagi, Komekko.”

“Aku tidak bisa membaca tulisannya. Hoost yang agung, bacain dong.”

…………

“Sebaiknya kau jangan memanggilku Hoost yang agung. Aku juga akan memanggilmu Komekko saja.”

“Ok.”

Setelah kami berdua setuju, Hoost mulai membacakan tulisan yang muncul di atas nisan.

“‘Engkau yang berniat ‘tuk melepas segel ini, berikanlah persembahan berupa seekor burung betina serta anak-anaknya. Berikanlah persembahanmu itu lalu berdoa…’ Aku tidak bisa membaca bagian akhirnya. Intinya, kita perlu memberikan sesembahan. Seekor burung betina dan anak-anaknya yah. Persembahan untuk melepas segel biasanya lebih dari ini. Tapi, sulit juga mencari semua itu di hutan ini…”

Merasa kesal, Hoost meninju telapak tangannya sendiri.

“Ok! Hei, Komekko, aku akan memberikanmu uang. Pergi ke desa dan beli seekor burung betina dan anak-anaknya. Pastikan kau membeli burung yang berkualitas tinggi!”

“Siap!”

Aku mengambil uang yang Hoost berikan lalu pergi ke desa.

—Satu jam kemudian.

“Aku sudah kembali! Ini, sudah aku belikan!”

“Oh, baguslah, biar aku puji… Apaan tuh?”

Aku dengan hati-hati memegang sebuah mangkuk dengan kedua tanganku supaya tidak menumpahkan isinya. Hoost memiringkan kepalanya dan menatapku dengan wajah bingung.

Aku menaruh mangkuk itu dengan penuh rasa hormat di atas altar.

“Ini persembahannya, oyakodon.”

“KAU ITU BEGO YAH!?”

Hoost membuka penutup mangkuknya lalu melihat isinya…

“Oh… Kau benar. Ini memang seperti yang tertulis di nisan itu. Seekor burung betina dan anak-anaknya. Tapi, aku tidak pernah dengar kalau oyakodon bisa digunakan untuk melepas segel. Padahal aku berpikir aku akan bisa melihat belahan diri Nona Wolbach…”

“Nona Wolbach itu siapa?”

“Eh? Wujud asli Nona Wolbach adalah seekor monster hitam yang besar. Kau pasti akan langsung ngompol saat melihat wujudnya! …Ahh, sepertinya aku harus menyiapkan persembahannya sendiri. Tidak ada pilihan lain. Aku merasa kalau persembahan ini akan menyusahkan, perlu waktu untuk menyiapkannya…”

Setelah mengatakan itu Hoost melebarkan sayapnya.

Kemudian dia berbalik lalu bertanya padaku:

“…Sepertinya kerja sama kita berakhir di sini. Kita mungkin akan bertemu lagi nanti. Saat aku kembali, aku akan bermain denganmu lagi. Jangan beritahu siapa pun tentang diriku, mengerti? …Kau boleh memakan oyakodon itu.”

Setelah mengatakan itu, Hoost pun terbang pergi.

—Beberapa saat kemudian.

Aku duduk di atas altar sambil memakan oyakodon. Pada saat itu

“?”

Tiba-tiba saja aku mendengar suara dari semak-semak, aku berbalik untuk melihat ada apa di sana.

Kemudian, muncul seekor hewan hitam dari semak-semak itu.

……Tubuhnya benar-benar kecil.

Hewan itu berjalan pelan ke arahku selagi aku mulai lepas dari rasa terkejutku dan menghabiskan oyakodon itu secepat mungkin.

Sepertinya dia ingin memakan oyakodonku.

Sepertinya dia ingin berkata kalau semangkuk nasi ini adalah miliknya. Tapi tidak, ini adalah sesuatu yang Hoost berikan padaku.

Aku berdiri sambil memakan oyakodon. Hewan hitam itu tiba-tiba saja menyerangku.

—Meski dia terus berlari di antara kakiku dan melawanku selama beberapa saat, setelah pertarungan panjang, dia akhirnya menyerah dan berhenti bergerak.

Meski setelah aku mengangkatnya dan menggigit kepalanya beberapa kali, hewan ini tetap tidak bergerak.

Aku menang—!

Setelah pertarungan sengit itu, aku membawa hadiah kemenanganku ke rumah.

—————————

P.S. Oyakodon adalah makanan khas Jepang, berupa nasi yang diberi irisan ayam, telur dan bumbu-bumbu lainnya. Disajikan di dalam mangkuk.